Header Ads

Sperma tak Sehat, HP di Saku Celana?

Teman saya bilang, menaruh HP di saku berbahaya bagi perkembangan si Dede. Ia menjelaskan, jika sinyal elektromagnet akan mempengaruhi kedigdayaan si calon bayi. Ya, sperma seorang lelaki.

'Kau dapat informasi dari siapa?' 

Saya masih tak percaya dengan perkataan sang Teman. Bukan karena saya merendahkan mutu intelektualitasnya. Akan tetapi, penjelasan yang masuk akal dapat menghindarkan saya dari kepenasaran di saat maut nanti menjemput. Oh, Tuhan saya berimajinasi ke jalur yang salah. Mati adalah pasti, bagaimana cara mengisi kematian itu dengan benar. Sebenar mengisi kemerdekaan yang lebih berat dibanding meraihnya dari Negeri Penjajah. Kemerdekaan akan hidup, dan memberi kesempatan hidup bagi sperma saya. 
'Loh, ini sudah banyak orang tahu, Mas.' Teman saya memanggil saya Mas. Padahal, jika para pembaca tahu, dari kualitas paras, saya tampak lebih muda. Lebih awet muda, maksud saya. Tapi dari segi kemampuan memahami tingkat kesehatan organital, saya mengaku kalah. Ia lebih unggul. Entah karena imajinasi dirinya yang kelewat tua, atau ia penganut garis keras free sex, entahlah. Yang pasti, ia sangat fasih bercerita tentang perkelaminan. Asahlah terus kelebihanmu, Teman. 
'Jadi saya ketinggalan informasi menurutmu?'
'Ya begitulah,' Ia tertawa puas. Wajahnya merona pekat, seperti cecunguk yang masuk ke tabung berisi solar. Sialan, ia menghujat saya. 'Makanya, Mas. Punya barang harus segera dilempar ke pasar. Keburu kadaluarsa. Bisnis saja yang kau pikir. Barang jualanmu tak ingin tak laku kan? Begitu pula barang kebanggaanmu itu. Betul enggak?'
Dalam hati, saya mengangguk. Ingin mengakui keunggulan dirinya, tapi saya simpan. Tak ingin ia sombong, saya biarkan ia mempelajari apa yang ia katakan. Mungkin, suatu saat ia bisa menjelaskan dengan teramat elegan. Untuk saat ini: IA NORAK.
'Kau ingin saya menaruh hape di sabuk sepertimu?'
'Ya kalau mau ikut gayaku sih.'
Ia tertawa lagi. Puas sepertinya. Tapi saya anggap biasa saja. Toh kami baru saling mengukur kadar pertemanan. 
'Bukankah itu seperti idiot yang menampakkan kedunguannya. Pamer barang bagus kepada para borju.'
Saya melawan. Tak tahu apakah itu terlalu keras.
'Idiot idiot begini. Tapi di mata para cewek, laku keras. Kaya kacang rebus yang kau rintis, Mas.'
Betul juga. Mengapa ia selalu berkata benar. Tapi saya yakin, kualitas pembicaraannya tidak ever lasting. Ya jika disejajarkan, ia tak ubahnya penyanyi karbitan yang akan dilibas oleh zaman. Dan sayalah yang akan menguasai dapur rekaman dengan suara saya yang prima. 
'Sudahlah,' Saya menutup ajang pembicaraan bergaya cibir mencibir. 'Kita tak perlu mempermasalahkan sperma masing masing. Lagipula, tak ada di antara kita yang berani mendonorkan sperma kita buat nenek nenek.'
'Maksudmu?'
'Tak ada maksud apa apa. Saya hanya mengikuti perkataan Zainuddin MZ. Jika masih banyak janda janda tua yang membutuhkan uluran tangan kita.'
'Kau ingin memberi mereka sperma. Semacam bingkisan. Kepada janda tua?'
'Dua kalimat saya tidak saling berhubungan.'
'Ah, bicara sama kau bikin aku bingung.'
'Maka berbicaralah dengan gaya yang baik. Hidup akan merekah.'
'Sastrawan gombal.'
'Gombal gombal begini, saya masih punya hati.'
'Ngelabrak nih ceritenye?'
'Cukuplah. Kita makan makan yuk. Kau yang traktir kali ini. Oke?'
'Sip.'
Beruntung saya punya teman royal seperti dirinya. Dunia aman di tangannya. Tak ribut, hanya hiburan saja. Selebihnya, pertemanan yang didasarkan pada belas kasihan ini, akan larut menjadi komik anime yang menggoda. 















6 komentar: