Header Ads

Nenek Sihir, Negeri Diamond, dan Pengutil Celana Dalam

Hujan sudah tiba. Paman Pawang gembira sekarang, tak lagi sedih. Permohonan dirinya agar Sang Dewi Hujan baik hati kembali, menjadi nyata. Ia berhasil membujuk Pemberi Hujan, dengan mendongeng cerita cerita lucu, hingga terpingkal pingkal. Alhasil, air mata bahagia menetes deras. Mengguyur seluruh bumi. Hingga manusia di Negeri Diamond ini ikut bersuka. Padi padi pasti ditanam, para petani memanennya dengan bangga, dan kemiskinan kelaparan akan segera musnah. Hilang dari penjuru negeri.

Ada yang tak bahagia. Seorang nenek sihir. Pencuri pakaian pakaian warga negeri. Jika musim kemarau mahal makanan ia dengan mudah mencuri jemuran, kali ini ia dibuat tobat. Pakaian warga basah semua, karena beberapa hari ini warga terserang amnesia, lupa karena terlalu bergembira dengan datangnya hujan. Nenek sihir tak memiliki ember penampung hasil curian dirinya. Bisa dibayangkan, jika ia naik sapu sihir dan membawa ember berikut hasil curian. Ia pasti olang oling, tak mampu menyeimbangkan diri saat terbang. Jika ember jatuh, menghunjam keras ke tanah, atau menimpa istana sang raja, atau tepat di kepala seorang pengaman pintu gerbang istana, dijamin ulahnya diketahui. Ia pasti dihukum pancung. Karena, hukuman bagi para pencuri adalah berat. Berat sekali.

Raja pernah berujar, mencuri tak lebih seperti tindakan semena mena. Melukai orang yang dirugikan. Tak ada alasan apapun, mencuri sangat dilarang di Negeri Diamond yang sejak didirikan telah dipercaya sebagai Kerajaan paling bersih, tak ada tindakan perkataan dan batin yang mencurangi. Semua bersih.

Nenek Sihir bingung. Depresi berpikir bagaimana cara mencuri pakaian penduduk, agar hasratnya tersalurkan. Pernah dahulu si Nenek membuat gempar Negeri, ia sebarkan virus maut yang menewaskan ratusan warga. Ia marah karena Sang Raja yang ia cintai tak menerimanya sebagai istri. Justru perempuan desa lugu yang diperistri Raja, menjadi saingan abadi Nenek Sihir. Tujuan utama adalah membunuh Permaisuri. Namun sayang, virus yang Nenek kirim mental terhalang oleh kejujuran sang Permaisuri. Justru Nenek Sihirlah yang kena. Tak sampai mati, tapi menghancurkan wajahnya. Begitulah asal mengapa muka Nenek buruk. Sekarang musim hujanlah yang menjadi musuhnya.

'Setan dungu. Kurang ajar. Pakaian pada basah semua. Bagaimana nih?!' Nenek Sihir gelisah, hilir mudik di ruang praktiknya.

Rumah Nenek Sihir kecil. Tak mewah. Hanya satu meja dengan bola kristal di atasnya, ranjang untuknya tidur biasanya 2 jam karena insomnia yang akut, bukan tembok tapi anyaman bambu. Angin bisa masuk melalui celah celahnya. Tak mungkin ada pengintip, karena seluruh warga Negeri takut kepada Nenek Sihir. Kabar burung yang tersebar, jika melihat muka buruk si nenek, seketika itu buta. Mana makanan dan minuman? Sepertinya tak tampak. Mungkin saja, perempuan tua itu menyembunyikan rapat di lemari di pojok ruang satu petaknya. Sawang di mana mana. Gelap. Magis kesan yang timbul.

'Jika dalam dua hari aku tak dapat pakaian basah, matilah aku. Pasti aku mati.'

Ada apa dengan pakaian basah itu? Apakah ia akan memberi kekuatan lebih kepada nenek. Jika benar, akankah ia membalas dendam kepada Permaisuri untuk merebut sang Raja. Lalu, ia akan menguasai kerajaan?

 

Tidak ada komentar