Header Ads

Fotografi

Tak kupasang lagi foto diri, saya menganggap sudahlah cukup untuk pamer. Menunjukkan kepongahan dengan tersenyum, berbasa basi, dan menunjukkan pose terhebat sepanjang hayat. Entah ini kemunduran saya dalam mengenal pribadi, atau justru malah menikam saya karena dianggap kolega sebagai orang tak bersahabat. Sesungguhnya ini adalah pilihan sementara. Untuk mencari tahu sejauh apa foto mampu mengingatkan antar sahabat mengenal.  

Kecil, saya sudah tidak suka berfoto. Anggapan, saya tidak mau mengambil peluang teman teman lain yang mencari uang dari hobi itu. Cukuplah, untuk saya menjadi abdi dari para borjuis borjuis muda yang menggantikan para penjajah Belanda ataupun Jepang. Mental mereka saya adopsi untuk memoles karakter saya. Namun, menginjak masa dewasa, saya menjadi gila untuk bercenanang ceneneng di depan kamera. Menunjukkan besarnya saya, keindahan saya, tak cukup dari cermin yang memantulkan aroma, citra diri ajaib, penuh bintang meteor dan aneka planet. 

Lalu saya bertanya kembali, 'Tuhan, mengapa segala yang saya pilih selalu bertentangan dengan pendapat kawan kawan saya?' Tak terisak memang, tapi menjawab sekadar pertanyaan itu membuat saya pontang panting untuk merumuskannya. Apakah saya tercipta untuk menyelesaikan segala tantangan bernama masalah hidup. Dan tidak bernampilan necis di foto adalah masalah terbaru saya. Di saat gencar teknologi menyerang segala lini untuk mendekatkan hati melalui ilmu baru bernama, ya teknologi. Sejujurnya, jika saya boleh memilih, saya lebih menyukai kehidupan yang membatasi teknologi, biarpun tak dipungkingkiri ia juga mampu membuka cakrawala. Oh, Tuhan berilah saya jalan mengurai segala persoalan ini.

Saya anggap selesai untuk kasus berfoto ria. 
Tak diharuskan menampilkan diri dari foto. 
Saya memilih untuk bersembunyi. Untuk sementara. Entah pada menit waktu berikutnya.


2 komentar: