Header Ads

Hari Ayah, Perlukah?

    Mengapa di negeri sebesar ini tak mempunyai hari ayah layaknya hari ibu yang terus diperingati tiap tahun? Apakah karena sebagian besar daerah mempraktikkan garis keturunan ayah sehingga tak diperlukan lagi penanda akan besarnya kasih sayang seorang ayah? Mengapa ini bisa terjadi?

 

24 komentar:

  1. Ayah sibuk ngurus sapi!
    Ibu nyusuin adik bayi.

    BalasHapus
  2. Kok ayah gak nyusu sih? Ayah jahat, lebih doyan nyusu pada sapi ketimbang nyusu ke ibu!

    BalasHapus
  3. Oh, pantesan ibu sering komentar; "Kok cepet buanget metu ne, Mas?" Wuakakakaaaaaa............

    BalasHapus
  4. Keluar cari angin kali ....
    Woi maksud tulisanmu di atas apa ya?

    BalasHapus
  5. Loveless awas kalau jorok terus
    tak bilangin pak Kyai lo
    biar diajar buat bicara sopan hahahaha
    jangan tiru pemimpin kita ya!

    BalasHapus
  6. Loh, justru saya belajar dari Kiai yang mengatakan anggota Dewan sebagai "anak TeKa", yang menganggap Z1onis sebagai "saudara", dan yang mengatakan kitab suci sebagai "kitab p0rno"..... Tuh kan ternyata saya berguru pada orang yang kompeten....

    BalasHapus
  7. Husshhh ... ntar kamu dibaca-bacain setanmu ilang ntar.
    Jagalah hati, jangan kau kotori ....

    BalasHapus
  8. Aaaaarrrrrgggghhhh tidaaaaaaakkkkk aku terbakar mendengarnyaaaaaaaaa......... Panaaaaasssss.........

    BalasHapus
  9. Aku siram bensin deh ...
    ben kamu tambah kobong!

    BalasHapus
  10. Kau gak ekonomis dech. Udah tau bensin mahal malah menghambur-hamburkan bensin. Ingatlah karya seorang penulis tanpa nama yang berjudul Sebuah Elegi Bernama Bensin. Kau harus membacanya.

    BalasHapus
  11. oh maaf. Aku lebih baik mengaku benar, tak bersedia mundur. Walaupun aku tahu, aku salah.
    Di negeri ini tak memungkinkan untuk "mundur saat merasa gagal"
    Jadi aku mending jadi orang boros saja!

    BalasHapus
  12. Loh, ya memang tidak boleh mundur..... Kan pada saat kampanye tidak ada menjanjikan "akan mundur apabila gagal"...... Ah kamu gimana sich, sepertinya analisa politikmu harus diperbaharui dech.

    BalasHapus
  13. Oke, kuberguru dulu sama si nomor 11!

    BalasHapus
  14. Gitchu ajha kok rephoth.
    *versi Cinta Laurier*

    BalasHapus
  15. Bah itu kan banjir? Kamu berharap banjir? O maaf, tapi sudah banjir kok.
    Hutannya gundul, segundul ketek siapa ya?

    BalasHapus
  16. Aku baru pangkas, tapi rambut kepala, bukan rambut-rambut lainnya.
    Kau tumbuhin rambut gih.

    BalasHapus
  17. Sensorrrrrr
    ada pak guru lewatttt

    BalasHapus