Header Ads

Jika Mantan Manajer, Senior Editor, Baru Belajar Menulis.

Akhirnya mantan manajerku mulai menulis. Setelah sekian lama membatu, terkesima oleh karya penulis bermutu pujaannya. Terlalu nyaman dalam kemapanan yang ia citakan dan pilih. Hingga tak sadar, pekerjaan seorang editor haruslah ia tinggalkan. Ia sudah layak menjadi sesuatu, penulis. Karena otaknya telah berjejal dengan ilmu. Mengapa ia tak mau membaginya?

Ia orang hebat. Berprinsip keras, melebihiku, dengan keinginan untuk sempurna yang sempurna. Silau jika orang awam melihatnya. Beringsut. Aku selalu mengatakan, ia Dewa yang nyata. Tak mengerti, jika aku menahbiskan dengan kata itu, apakah serta merta jilatanku melembekkannya. Tak mungkin. Sudah kucoba beratus kali, tak tembus. Alhasil, justru aku yang dipecatnya. Mari tertawa. Tapi yang paling penting guwe sudah mencoba. Iya tho? Mantan manajerku tak dapat digoyang. Ah sudahlah. Ia kini mulai keluar dari kotak. Menulis. Sama seperti yang kulakukan. Cuma beda, aku sudah tanpa posisi, ia bergelar Yang Dipertuan Senior Editor. Belum tampaknya bagiku.

Aku senang ia mulai menunjukkan dirinya.
Tapi, aku masih berniat membunuhnya. Dengan cara apapun.
Tifa peperangan masih ditabuh. Tidak merdu, berisik. Ayo duel, Bang!

Tidak ada komentar