Header Ads

Motor China dan Polisi Rempeyek Mata Duitan

Mengendarai motor bodong. Tanpa STNK, BPKB sudah digadaikan dan tidak ada niatan untuk menebusnya. Sepeda motor keluaran China, tak kuat dalam mesin, diikhlaskan saja dengan tujuan semoga kelak mendapat pengganti motor Jepang. Atau, mobil Jepang bolehlah. Hati nurani mengatakan ingin menaiki kendaraan dalam negeri, tapi takdir mengharuskan diriku mencintai produk negeri seberang.

Motor China penuh masalah. Sedari awal pendapat anggota keluarga pecah. Dasar ayah bersifat arogan, kumohon Tuhan peringatkan dia, berharap dengan doa ini aku menjadi anak teladan, walhasil Jincheng berhasil kami punyai. Murah, kata ayahku. Harga tak bisa bohong, semburku. Lihat saja sebulan lagi jebol, umpat ibuku. Belum si Budi dan si Wati. Mereka masih saja bersungut sungut karena nama mereka terus dipakai di buku wajib Depdiknas. Tak kreatif, protes mereka. Emosi mereka menjalar, memarahi ayah. 1:4. Tapi apa lacur, pelacur salah apa, motor sudah dibeli.

Mataku jelalatan memastikan pak polisi tak lewat di depanku. Apa yang akan kuserahkan? Nyawaku, jelas tak sudi. Aku belum kawin. Darahku, tak yakin pak polisi drakula. Bermodal nekad, percaya diri dan wajah ganteng, aku meyakinkan diri agar tak berlaku aneh. Gerak gerik telah aku pelajari lewat adegan sinetron. Yipi, aman. Kaca spion, dua. Helm standar, keluaran Korea, merek Nix. Kurang apa lagi? Kenangan silang pendapat saat awal mempunyai sepeda motor China, hangus.

China atau tidak. Ber STNK atau tidak. Hanya masalah keyakinan. Polisi terkadang kalah dengan sogokan berupa uang. Tapi keyakinan kita mematikan mereka.

Tidak ada komentar