Persaingan Memuakkan: Istriku Ternyata juga Penulis
Punya istri penulis memang menyebalkan. Ini tak ubahnya bersaing sengit dan seakan tak pernah berhenti untuk sekadar mengambil jalan tengah. Aku penulis profesional yang sekarang karir dan idealismeku tersalip oleh istriku. Sainganku.
Dulu kami kompak, istriku pasti mendukung setiap langkah yang kuambil. Dua anak serasa menjadi penyemangat kami untuk maju. Berkembang menjadi keluarga harmonis. Aku mencari uang lewat jalur karir penulisan, juga mengajar di sekolah menulis, istriku mengasuh anak anak dan mengurus seluruh keperluan keluarga. Manis waktu itu. Semua keputusan kami rundingkan bersama. Menerima masukan dari seluruh anggota keluarga, tak terkecuali dua anak kami. Terus terang keluarga kami menginginkan menjadi keluarga yang terbuka. Cita cita yang kini telah kandas.
Bencana itu berawal dari informasi yang istri berikan kepadaku. Tepat ketika naskahku ditolak penerbit besar dambaanku, artikel pendek istriku diterbitkan oleh sebuah majalah sastra terkemuka. Wajahku seakan ditampar, telak dan membekas biru. Yang menjadi masalah besar, ia mengutip perkataanku tanpa izin dan catatan kaki. Tulisanku dicatut secara berangasan. Jujur aku pasti memberi izin jika ia bilang ini itu. Tapi aku tak menerima perlakuannya. Entah apakah ini pengaruh emosiku yang tengah tidak stabil. Kupendam cukup lama dan kubiarkan kasus ini. Namun lama kelamaan makin banyak artikel bahkan novelnya terbit. Dan gaya tulisannya mencontek diriku. Persetan besar. Dia menggerogoti diriku.
Apa yang harus aku lakukan? Menceraikannya? Sedang aku pikirkan.
Dulu kami kompak, istriku pasti mendukung setiap langkah yang kuambil. Dua anak serasa menjadi penyemangat kami untuk maju. Berkembang menjadi keluarga harmonis. Aku mencari uang lewat jalur karir penulisan, juga mengajar di sekolah menulis, istriku mengasuh anak anak dan mengurus seluruh keperluan keluarga. Manis waktu itu. Semua keputusan kami rundingkan bersama. Menerima masukan dari seluruh anggota keluarga, tak terkecuali dua anak kami. Terus terang keluarga kami menginginkan menjadi keluarga yang terbuka. Cita cita yang kini telah kandas.
Bencana itu berawal dari informasi yang istri berikan kepadaku. Tepat ketika naskahku ditolak penerbit besar dambaanku, artikel pendek istriku diterbitkan oleh sebuah majalah sastra terkemuka. Wajahku seakan ditampar, telak dan membekas biru. Yang menjadi masalah besar, ia mengutip perkataanku tanpa izin dan catatan kaki. Tulisanku dicatut secara berangasan. Jujur aku pasti memberi izin jika ia bilang ini itu. Tapi aku tak menerima perlakuannya. Entah apakah ini pengaruh emosiku yang tengah tidak stabil. Kupendam cukup lama dan kubiarkan kasus ini. Namun lama kelamaan makin banyak artikel bahkan novelnya terbit. Dan gaya tulisannya mencontek diriku. Persetan besar. Dia menggerogoti diriku.
Apa yang harus aku lakukan? Menceraikannya? Sedang aku pikirkan.
ayo berbesar hati dan dukung....
BalasHapusLex,sori. Ni cuma fiksi. Serius.
BalasHapusKalau nyata mah aku ongkang2 aja. Dia kujadiin mesin uang.Asik
Sori. Non fiksi ding. Memoar.Ah bingung genrena
BalasHapusplakkkkkkkkkk... *tabok Andhy pakek Alfa* hwhwhw
BalasHapus
BalasHapusAh, Alex punya metode baru untuk membangunkan orang dari tidur....
*bangun tidur sambil kliyengan--kepala Andhy keras benar*
BalasHapusMakanya Ndhy, punya bini jangan dibiarkan terlalu bebas.... Sampe ngintip-ngintip tulisanmu.... Seorang penulis itu punya wilayah suci, tau.... Tak seorangpun boleh masuk apalagi ngintip.... Wilayah sucimu di kakus kan, Ndhy?
Naskah dah kusimpan di brangkas. Kode pembukanya: 25694387. Eh dia nyungkil pakai tang. Kurang apa coba?
BalasHapusTiap malam kupijitin, kubalur ama minyak tanah badannya, kukerokin. Ah, emang bejat tuh orang. Alpha ama Aleks maksud guwe
BalasHapusItu salahmu. Harusnya habis disiram minyak tanah, jangan dikerok. Disundut.
KDRT tahuuu
BalasHapus
BalasHapusKerokan Dan Remasan Takzim?
Sini tak kerokin ama cakarku.
BalasHapus