Header Ads

Musafir Mencari Genderang Perang yang Dicuri Seorang Kleptomania

Jalan penuh debu musafir pergi berselubung peri. Merindukan jelantah pedas pencebur keraguan. Kumbang jalang memandang kunang. Merenggut paksa ketulusan mengubur berontak. Kilat menggelegar di kemelut raga. Menghadirkan puja kumara kembali menipu.

Jelma, merasuki pagi dingin. Meninabobokan pengantin lepas busana. Senyum terulas mendekam di balik selimut. Terlontar kebahagiaan yang terpacu. Aku melenguh, keras tak berbatas. Meruntuhkan segala yang ada di sekelilingku. Tembok, kaca nurani, dan seluruh kekuatan penandingku. Ingin mereka mati dan hanya kekasihku yang boleh memujaku. Kembali aku berdeham di dalam mulutnya.

Tembang tembang kenangan mengisi penjuru batin. Memecah ketulian, merenggut hati untuk berpaling. Ronta, desah, dan memohon ampun untuk sebuah kenikmatan. Kekal, aku berada di sini, dirangkul sesosok mimpi yang berkilau. Jariku mencari cari rasa. Inikah yang kupinta?

Masih mencari berlumut coba. Licin tanpa alas kaki. Diinjak akan teguh karena menjinak. Tidak, lepaskan gemilang yang mereka serukan. Langit berlangit, bumi berlapis lapis. Manakah yang aku percaya, aku berpikir dalam laju merambat. Tak pesat menghindari khianat.

Dalam doa memasuki malam malam panjang. Bersama ia yang mulai menyita perhatianku.

Tidak ada komentar