Header Ads

Ada Derap Kuda di Otakku

Dinamit meledak di dekat telingaku. Dua ribu tenaga kuda. Kuda sembrani, kuda zebra, kuda binal, kuda laut, masuk memaksa ke telinga kananku. Menuju ke luar kuping kiriku. Berkunjung sebentar ke otakku. Menggedor gedor, menjejak jejakkan tapal mereka, membuat gaduh.

Tujuh tahun lagi. Waktumu tuntas. Segera memutuskan, atau kau akan binasa. Ucap salah seekor kuda, berbuntut emas, meringkik menampakkan gigi berkilaunya. Seluruh kuda membuat kesepakatan bersama, menaikkan kaki depan sebelah kanan mereka, mengedipkan mata sebelah kanan meski berkacamata.

Tersengat. Jiwaku yang bertipe lebah diganti menjadi kuda. Mulai dari pencucian otak. Mengharapkanku tak berlaku meloncat loncat, menahan laju brutal pikiranku yang tak terarah.

Kau tidak salah. Semua yang kau lakukan benar menurutmu. Tapi kau wajib mendengar orang umum. Pendapat mereka, SISI pemikiran mereka. Jangan terlalu menggunakan rasa. Rasa tak menghasilkan materi. Keindahan pendamlah sebentar. Kau masih muda, butuh keindahan lain bernama Materi.

Seekor kuda uzur tanpa surai berdakwah, memberi pendapat untukku.

Baik, baik, baik sekali lagi kuterima masukan kalian. Aku resapi terlebih dahulu. Tidak langsung kuputuskan, butuh waktu, entah sampai kapan. Materi jelas selalu kuimpikan, munafik jika kumenolaknya. Sudah, kutermenung barang lama dan aku menjadi USTAZ. Ah tidak, aku menjadi orang pada umumnya? Tak mau. Aku ingin menjadi diriku sendiri.

Kuda kuda, pergilah kalian. Masuklah ke istal. Aku mau pergi ke Gua Hira. Berharap Nabiku tercinta, yang jarang kukirim shalawat, memberi bantuan. Kelak atau sekarang. Kuingin sekarang? Bolehkah?

Tidak ada komentar