Header Ads

Mulut Jejal Pancaroba

Seribu kata, janji peraduan. Kau mengintipku di kamar bestari. Jauh, kau datang dari desa. Melanglang angan tanpa ada yang berhasrat. Kakang, Adinda tanpa kutang. Berserakan air susu ini. Tadahi dengan loyang buat kue manis. Adik, sayang hanya ada kantung. Tak mengapa.
Membujur sangkar kicauan. Rambut berantakan tersemat bros bunga bakung. Najis, ada gertak sambal. Luna suram hasilkan lenguh pasrah. Dalam sampingan pemudi berotot kuda. Meringik, buntut ditarik tenaga. Tunggang langgang.
Parkinson mata sembap. Menangisi langkah depan menuju belakang. Dasar pelacur jalanan. Satu kedip, dim merci takluk. Uang, uang, adakah yang kuasa selain uang dan selangkangan. Umpat, aku menyerapah. Dewa, dewa, Sang Betara, kuusap kembang tujuh warna. Biar, aku biar lepas. Mengarungi hidup tanpa getar vibrator penghasil uang.
Binal, setan menjadi murka. Gelar kurebut, sisi gelap kumasuki. Penjahat peduli saja dengan cinta. Mawa ragu asta kalimu

2 komentar:


  1. Idhandy, tak sia-sia kau kusekolahkan ke Negeri Kincir Air dan Bau Keju itu.... Kau pulang mengantongi ijazah kesundalan yang tiada banding.... Bagaimana, nikmatkah barang bule itu kau rasa? Ah, produk lokal senantiasa lebih mantap, Cah Ayu....

    BalasHapus
  2. Oalah, kowe iki ngomong apa to Mbok Emban?
    Gelungmu ngglundhung kae lo.

    BalasHapus