Header Ads

Bara Cinta Pemuda Harapan Bangsa yang Selalu Kesiangan

    Menunggu subuh tiba. Tak biasa, lelap tak merayapi mataku, badanku sudah cukup rehat semalam. Hatiku nyaman di embus angin yang berisi embun. Masuk ke pori wajah, kulit, menembus jiwaku. Tak kuteruskan tidur, aku merasa ada yang hilang selama ini. Kulakukan dengan sengaja meninggalkan kewajibanku. Waktu tidurku berkurang, kubelasukkan menjelang mentari berjumawa. Aku makhluk yang cedera dalam utuh-lima waktu.  
    Aku menerawang, mencari-cari cicak yang sudah turun dinding memenuhi panggilan bundanya. Mereka tengah beristirahat di kampung halamannya. Nyamuk yang biasanya menggodaku juga tak berkenan lagi melancarkan aksi di subuh buta ini. Terlalu dingin untuk sekadar menyesap darahku. Beberapa menit lagi masuk waktu subuh. Kantuk mulai menyerangku dan menawarkan sambungan mimpi yang tadi terpenggal. Aku memantapkan hati untuk terbuka mata, mencoba menikmati karunia pagi yang dalam kedipan mata akan datang.  
    Senandung matang para pencari Tuhan terdengar dari corong-corong masjid dan mushala.Mereka memanggilku untuk beranjak meninggalkan peraduan, mengambil air dan mengusapkannya ke kulitku. Teriakannya menjadi memelas hingga kutertarik, begitu saja menyerahkan hatiku kepada Tuhan yang selama ini kubohongi. Terus-menerus hingga membuatku sombong. Terlalu tertarik oleh gemerlap alam mimpi sampai waktu subuh lewat. Hari demi hari, aku melangkahi lubang yang sama.  
    Tuhan, maafkan hambaMu ini yang selalu mengurangi takaran utuh. Mengambil kenikmatan semu dalam mimpi-mimpi. Padahal semua kewajiban itu adalah milikku sendiri, kebutuhanku agar badanku bersahabat dengan jiwaku. Namun aku lebih memilih untuk mendengkur, memanjakan tubuh hingga suatu saat aku terkapar entah karena sakit atau kemalasan berujung kematian.  
    Tuhan, adilkah diriku terhadapMu yang sempurna dalam keadilan. Aku telah memasung diri sendiri dengan kesombonganku. Tuhan, aku lelah untuk menjadi seorang pemalas yang menyepelekan Zat-Mu ....

7 komentar:

  1. Ah, maka bangunlah.
    Giliranku bobo yach.
    Zzzzzzzz...................

    BalasHapus
  2. Ah, maaf, beberapa hari ini aku lembur. BUMN membeli lagi tanah rakyat dengan harga merosot bak kancut kedodoran. Aku yang mengetik aktenya.

    BalasHapus
  3. Kamu teh ngomong naonnnn?
    Aku ga tahu apa sih bumn?
    macam karbit ya?

    BalasHapus
  4. Kata mamakku, buah yang enak itu yang mateng di pohon, jangan dikarbit.

    BalasHapus
  5. Tapi lumayan buat benjol kita punya kepala

    BalasHapus