Header Ads

Saya Mendukung Rencana Badminton dicoret dari Olimpiade!

Sontak dunia olahraga tanah air berduka. Rumor tak sedap kembali mengisi ruang berita seluruh negeri. Embusannya begitu cepat, menerpa semua rambut insan Rindunesia. Menyayat hati, perih, dan menimbulkan luka yang entah kapan akan sembuh. Bulu tangkis terancam tak dipertandingkan di Olimpiade berikutnya.

            Sebagian anak negeri pencinta nasionalisme dipastikan akan menggerutu. Bahkan nyaris penduduk negeri ini akan menangis tersedu-sedu menerima keadaan. Lumbung emas yang terus membanggakan bangsa ini akan dicuri, dibakar oleh panita olahraga internasional.

            Seorang anak nakal, satu orang, mengatakan ‘setuju, tanpa tawar lagi menerima secara mutlak’. Tuduhan antek komunis, tidak cinta tanah air, dan anti nasionalisme, dilayangkan kepadanya. Tapi, anak nakal itu tidak memedulikan. Dia dengan senang hati menerima segala umpatan, toh keputusan sudah dia ambil. Sekali berujar, pantang untuk menarik liur untuk dirasakan kembali. Bulu tangkis, memang tidak layak menjadi olahraga yang dipertandingkan di Pesta Bangsa-bangsa empat tahunan itu.

            Olahraga adalah sebuah pertaruhan gengsi sebuah negeri. Di dalamnya, ada kesan saling menunjukkan kekuatan. Namun, prinsip keadilan tanpa kecurangan tetap dipertontonkan. Selain musik, olahraga merupakan satu wahana yang mampu merekatkan seluruh manusia multi ras di dunia ini. Kebohongan yang sering dicekokkan oleh para penguasa tiran seakan lenyap di saat olahraga dipertandingkan, musik diperdendangkan. Manusia hanyut dalam suasanan haru biru dan menyatukan asa.

            Sepakbola menjadi olahraga favorit yang selalu ditunggu-tunggu kabar beritanya. Dari belahan dunia selatan yang terus berkutat dengan kemiskinan, dunia utara yang mereguk kesuksesan di setiap lini kehidupan, lebur saat Piala Dunia bergulir. Deretan pembalap sepeda yang berpeluh tengah menaiki jalan terjal, bermimpi meraih Piala Tour de France, dipantau terus oleh wartawan olahraga dari berbagai media massa seluruh dunia. Mata berwarna hitam, hijau, biru, cokelat, menyaksikan tanda bahwa olahraga adalah lintas benua, tak memedulikan siapa yang bertarung.

            Sungguh tepat jika badminton dicoret dari jajaran olahraga yang dipertandingkan di Olimpiade. Sudah berapa dekade olahraga ini tidak menunjukkan prestasi dalam hal penyebaran pengaruhnya. Afrika sangat tertinggal, Australia tak mampu menyaingi pemain Asia dan Eropa, sedangkan Amerika bertekad menyerapnya dengan menaturalisasi pemain asing. Perkembangan olahraga badminton mengalami kemacetan. Olahraga ini tidak dikenal secara luas oleh dunia. Praktis hanya benua kuning dan biru yang terus mendominasi. Thomas, Uber, dan Olimpiade pasti tidak akan terbang ke Australia, Afrika, maupun Amerika. Jika Amerika Serikat pernah berjaya di  masa silam, dan sekarang tidak, pasti ada alasan yang belum diungkapkan. Mengapa negeri yang dominan itu meninggalkan olahraga badminton?

            Anak kecil yang mendukung dihentikannya badminton dari Olimpiade, berniat menuliskan surat kepada Ketua Komite Olimpiade. Bahwa dia menjadi manusia Rindunesia yang mendukung usulan tersebut.

            Rindunesia, selamat berbenah!

 

Tidak ada komentar