Header Ads

Gatotkaca, Cinderella, dan Drakula (Bagian 2)

“Selamat malam, Pak. Sebutkan nama Anda dan berasal dari mana!” perintah salah seorang pengawal di depan gerbang istana.

            Laki-laki di sebelahnya manggut-manggut dan melemparkan senyum masam. Mereka berdua mengenakan pakaian seperti pocong, tapi warnanya tidak putih tapi merah muda. Tombak dengan kuat mereka pegang di tangan kanan. Tangan kiri memegang sekuntum mawar untuk menyambut para tamu.

            “Malam, saya Gatotkaca dari Negeri Mahabarata. Saya spesial diundang oleh Raja Di Raja Negeri Drakula. Apakah saya bisa segera masuk.” Desakku.

            Penjaga itu memeriksa dan memelototi undangan dan meminta tanda pengenalku sekali lagi. Dia memindai dengan cermat seakan tak percaya jika aku seorang tamu istimewa.

            “Maaf Pak, baju yang ada di foto ini tidak sama dengan yang Anda kenakan. Sepertinya kartu nama ini palsu. Benar begitu?”

            Pengawal yang satu masih tersenyum, kesannya cenderung sentimental alih-alih bersifat garang. Aku mengacuhkannya.

            “Bagaimana bisa. Aku Gatotkaca, pangeran terkenal di seluruh antero Negeri Impian. Kau melecehkan saya, ya?”

            “Bukan begitu, Pak. Saya hanya menyelesaikan tugas. Jika gambar di undangan tidak sama dengan identitas, dianggap penyelundup.”

            “Kurang ajar, kau nantang ya?” Emosiku meledak, tak sanggup menerima pelecehan kelas rendahan yang dilakukan pengawal kampungan di depanku.

            “Maaf Pak. Sekali lagi maaf.”

            “Tak ada ampun buatmu. Terima ini!”

            Aku mundur beberapa langkah dan mengambil posisi kuda-kuda. Tenaga kukerahkan agar terkonsentrasi dan nantinya kulayangkan ke badan ke salah satu pengawal gerbang. Yang satunya sudah tak kupikirkan karena dia kemungkinan besar idiot, senyumnya tak pernah lepas dengan matanya yang terus berkedip-kedip. Badanku sudah panas dan siap kulepaskan.

            Tangan kuputar-putar berharap angin memuluskan peluncuran jurus pamungkasku. Pengawal di depanku diam saja, bergeming dan wajahnya dingin. Sepertinya dia akan melakukan gerak pertahanan untuk meredam pukulanku. Aku pernah melihat ekspresi orang yang menggunakan Ilmu itu. Sama seperti pengawal yang berbaju pocong merah muda itu.

            “Terimalah, Budak!”

            Gelombang api meluncur dari tanganku menyasar si pengawal. Kurang ajar, seluruh tubuh si pengawal mengeluarkan asap yang kemungkinan besar berasal dari es beku. Pengawal itu diam membeku seperti es. Api yang kukeluarkan mendekati tubuh si pengawal. Parah, tak bisa tembus. Gagal.

            Tombak dilemparkan si pengawal, mendadak dan membuatku harus melakukan tindakan kaki seribu langkah. Aku bisa menghindar karena kecepatan mataku. Belum sempat kumenunjukkan rasa puasku karena berhasil menghindari tombak, seper sekian detik bunga mawar berduri telah berada di depan mukaku. Meluncur cepat, aku pun menangkis dengan tangan kanan. Bunga itu jatuh di tanah, kelopaknya porak poranda.

            “Baik Pak. Akhirnya Anda boleh memasuki Istana. Raja memberi pesan melalui pesan singkat di HP saya.” Pengawal itu berujar. “Maafkan saya, Pak.”

            “Sudah aku bilang, aku Gatotkaca. Kamu saja yang bersikeras.” Jawabku agak terpaksa.

 

Istana Negeri Para Drakula.

Tidak ada komentar