Header Ads

Memoirs of a Geisha

Rating:★★
Category:Movies
Genre: Drama
Geisha bukanlah pelacur
Geisha adalah seniman yang menawarkan keindahan dalam gerak dan suaranya
Mereka tidak menawarkan kemolekan tubuh untuk dinikmati
Tapi, mereka menyuguhkan seni penawar hati


Film yang malu-malu. Konflik yang kurang kuat. Tetapi, secara umum bisa dikatakan layak tonton. Menawarkan sisi pandang yang tidak populer, sang sutradara membidik Geisha dari sudut yang mencengangkan. Keidentikan geisha dengan bisnis pelacuran, sedikit banyak dicoba digeser dan menampilkan sisi sensitivitas budaya Jepang klasik tersebut.

Chiyo merupakan anak seorang nelayan. Ayah mereka terlilit utang besar. Kehidupan keluarganya semakin runyam kala ibu Chiyo sakit parah. Terpaksa Chiyo dan saudara perempuannya dijual ke saudagar di kota. Chiyo tak tahu untuk apa dia dipisahkan dari kedua orangtuanya.

Sesampai di kota, dia dipisahkan dari saudara perempuannya. Perlawanan tinggal perlawanan. Apalah daya jika tangan kecil meronta-ronta. Yang ada hanyalah besutan tangan yang menampar hati. Chiyo takluk kepada nasibnya. Bekerja di tempat ’Mama Mucikari’.

Bergulat dengan kehidupan kelas atas, sedangkan wajahnya masih berbau ikan asin, Chiyo merekam sensasi yang ditimbulkan dari keindahan semu seorang Geisha. Kebekuan hatinya dilelehkan oleh panasnya Geisha yang hidup dalam glamoritas dan bergelimpang uang. Chiyao bertekad menjadi Geisha di keesokan harinya.

’Gadis dengan mata yang menyiratkan kesejukan air’ begitulah julukan yang diberikan kepadanya. Pesonanya semakin membesar dan memikat lelaki di seluruh kota. Dia diambil dan dididik oleh mucikari lain dengan proses jual beli yang rumit. Akhirnya, Chiyo masuk ke dalam dunia Geisha.

Tak mudah memang membuat simpulan apakah geisha seorang pelacur atau seniman. Yang paling mengerti adalah orang Jepang sendiri yang mempunyai budaya tersebut. Dalam film ini, pergeseran pemikiran terhadap Geisha disebabkan oleh kekalahan Jepang saat Perang Dunia. Masuknya budaya Amerika Serikat menjadi titik jenuh bagi eksotisme Geisha. Wanita dari kalangan apapun bisa menjadi geisha asal berkimono mahal. Dan jadilan geisha diasosiakan dengan pelacur.

Keindahan latar cerita khas Jepang tidak didapat di film ini. Jepang yang eksotis tidak tergambarkan secara utuh. Hanya ditampilkan konflik para geisha, itu pun masih terlalu dangkal. Terlalu aneh memang jika film ini memborong beberapa nominasi Oscar. Agaknya terlalu berlebihan jika melihat keseluruhan cerita yang tidak terlalu spesial.

Beberapa pemeran yang berdarah Cina juga menjadi gangguan besar bagi penonton. Wajah orang China bagaimanapun berbeda dengan orang Jepang. Walaupun mata Zhang Ziyi dan Michelle Yeoh diperbesar dengan tata rias, tetap saja jauh dari karakter asli.

Cukup dua bintang bagi film ini!


2 komentar:


  1. Menurut gw lebih bagus buku daripada filmnya
    apalagi gw baca dulu bukunya jauh sebelum difilmkan...

    dan seperti pada umumnya buku best seller yang difilmkan
    beberapa makna menjadi berbeda, berubah, dan berkurang
    dari apa yang ingin disampaikan oleh si penulis dengan si sutradara film...

    jadi gw menarik kesimpulan
    hampir semua buku yang difilmkan, tetap lebih menarik bukunya
    karena kita si pembaca lebih diberi ruang berimajinasi saat membaca daripada saat menonton

    orang bilang, satu gambar bisa mewakili seribu cerita
    akan tetapi ada beberapa cerita yang tidak bisa terwakili oleh seribu gambar manapun, begitu menurut gw....

    halah!!!
    gw sok nganalisis ya?

    lam kenal aja dech......

    BalasHapus
  2. Analisis yang bagus
    yuk kapan2 bikin film hantu yukkk hehehe

    BalasHapus