Header Ads

Malam Bertabur Bintang Politik Memukau, Bulan Ekonomi Amburadul, dan Kabut Hukum Terkapar

Malam turun disambut gemintang. Hawa sejuk menepis tubuh para pejalan kaki. Di taman perselingkuhan tanpa dosa. Muda-mudi merayap menyusuri jalan kota. Menikmati datangnya dewi gelap yang menawarkan keindahan. Menutupi duka, membalut dengan suka cita, dan meluapkan sengsara hati. Malam indah tiada tara dengan tetabuhan yang membuncahkan jiwa.

            Gelandangan perempuan terseok-seok di sudut jalan. Muka bopeng penuh cacar air, badan kurus semampai, mata sayu memesona, berusaha menegakkan tubuhnya. Ingin bergabung dengan para remaja yang sedang berpesta-pora menghabiskan malam. Perut perempuan itu telah terisi, sampah-sampah makanan sisa sajian restoran Jepang. Dia berjalan mendekati keramaian. Dengan hati gembira dan berharap bisa menyatukan hati.

            Seorang berjiwa gersang berada di motel murah. Memainkan tuts-tuts piano yang nadanya sumbang. Menekan-nekan jiwa dan disemprotkannya ke seluruh ruangan. Berharap sang dewi malam mengalihkan perhatiaannya. Dari para pemuda kepada dirinya. Dia kesepian, tak ada yang mau bertandang kepadanya. Hanya satu yang mau menjadi temannya. Kegelisahan.

            Malam indah penuh warna. Ada suka, pengharapan, dan keputusasaan. Berulang-ulang dan membosankan. Hingga ingin rasanya sang dewi malam menangis. Mengguyurkan air matanya ke bumi yang di dalamnya banyak orang sakit. Membasuh raga dan hati mereka. Menggilirkan kesenangan kepada yang sedang susah. Dan memberi pelajaran bagi mereka yang terus-menerus berada dalam keriaan. Agar dunia ini menjadi adil dan berkah.

Tidak ada komentar