Yoga Politik, Haram Buat Bang Haji
Mulutku besar dalam berucap. Meluncurkan kalimat-kalimat tak berarti. Menuduh sahabat yang tidak-tidak. Sampai kutersadar kutelah menyuruh kakiku melangkah menuju jurang kematian. Selangkah lagi aku jatuh. Tubuhku berkeping-keping karena kesombongan mulut. Anggota terpedas dalam rangkaian badan yang sangat sempurna diberikan Tuhan. Aku membuat mereka saling berselisih. Menimbulkan angkara di antara mereka. Menjadikan mereka musuh yang saling menyalahkan. Tak ada kebenaran di luar keyakinan salah satu anggota. Kaki merasa diperlakukan tak adil, sebaliknya mulut tak pernah merasa bersalah. Meradang dan meledak.
Aku memberi instruksi agar mulutku terus melumatkan kotoran-kotoran di kakiku. Supaya ia merasakan bahwa kesalahan sekecil apapun yang dilakukan mulut, akan merusak struktur keharmonisan tubuh.
“Camkan, wahai mulut berbisa. Kau diciptakan untuk berlaku baik, jangan sekali-kali melakukan kekotoran. Sekali berulah, tubuhku akan sengsara!”
Otakku mengambil alih kekuasaan. Hatiku mengiringinya.
Post a Comment