Header Ads

Shantie Mengagumi Guru Olahraga

Aku mengagumi guru olahragaku. Tubuhnya yang tegap, kumis tipis di atas bibirnya, dan otot-ototnya yang mencuat. Butiran-butiran keringatnya juga sering kali menyita perhatianku. Amat mengesankan.

            Jika orang bilang masa kedewasaan remaja puteri lebih cepat daripada remaja lelaki, ucapan itu sangatlah tepat. Aku mengalaminya saat ini. Menstruasi pertama kaliku menandakan tingkat ketertarikanku kepada seorang lelaki meningkat. Anehnya, bukan teman-teman sebayaku yang mengambil hatiku. Melainkan guru olahragaku.

            Dia masih muda dan belum menikah. Baru lulus dari Sekolah Keguruan Olahraga, begitu dia bilang di muka kelas. Aku langsung terkesan dengan ciri khasnya. Derai tawanya yang seperti kuda jantan. Sungguh pantas jika dia tertawa seperti itu. Kuda jantan mencerminkan perilakunya.

            Jam olahraga tinggal tersisa lima belas menit. Mati rasa aku dibuatnya. Waktu sialan yang seakan tak mampu berkompromi dengan rasa kagumku. Begitu cepat waktu berlalu, hingga aku harus menanti satu minggu. Haruskah aku memendam rasa kangenku selama itu? Waktu-waktu belajarku di sekolah akan hambar tanpa melihat puas guru olahraga tampan itu. Dan aku akan bertemu dengan guru-guru tua yang sudah tak menarik lagi di hadapanku. Mata pelajaran mereka sangat membosankan karena hanya berisi teori-teori yang tak bisa masuk ke otakku. Aku ingin pelajaran praktik. Dan itu kudapatkan di pelajaran olahraga.

            Bersama Pak Guru Olahraga, aku menjadi semangat masuk sekolah. Walaupun satu minggu sekali. Satu setengah jam saja. Itu cukup untukku.

Tidak ada komentar