Header Ads

Casa 212 Vs. Kiriman Jenazah Buruh Migran

Sebuah ketidakadilan kembali terjadi. Ini mencapai puncaknya dengan pengiriman surat belasungkawa resmi Kepresidenan Rindunesia atas tewasnya para personil TNR. Disorot secara langsung oleh seluruh pesawat televisi; mulai dari proses pencarian jenazah, upacara pelepasan, sampai dengan pemakaman. Menjadi berita nasional yang mengharu biru bak negeri Inggris kehilangan Putri Diana.

            Bukan bermaksud menjadi bengis karena menanggapi sinis keadaan. Ini bukan masalah sinis, melainkan sebuah penanaman pemikiran bahwa ketidakadilan adalah hal wajar di negeri ini. Bangkitnya militer di saat masyarakat sipil telah berperang secara terang-terangan. Mengambil kesempatan kelengahan dan nantinya menancapkan bot-bot dan laras panjang ke otak masyarakat. Sipil tak berdaya, militer berkuasa.

            Lalu, jika ada seorang buruh migran mati di negeri seberang, apa yang akan kau kirim wahai Presiden? Tak pernah bukan? Atau itu kau anggap hanya hitungan saja. 1 ... 2 ... 3 ... cuma sedikit saja. Yang kaukirimkan malah uang santunan agar keluarga yang ditinggalkan menjadi sumringah. Otak macam apa yang ada di dalam pemimpin kita? Hingga masyarakatnya ikut-ikutan menjadi gila. Karena kami masih yakin hidup kami tergantung kepada para pemimpin. Jika pemimpin gila, masyarakatnya menjadi hidup tanpa hati. Dan para pemimpin mati, kami membusuk di dalam tanah.

            Bangunlah wahai Presiden!

Tidak ada komentar