Header Ads

Buta Cakil Vs. Arjuna (Bagian 2)

Seekor kijang melompat ke sana kemari. Pagi itu sungguh cerah dengan matahari yang bersahabat. Angin berembus ringan dan kocak mempermainkan aneka dedaunan. Gemericik air di sungai membuat suasana hutan semakin riuh. Berbagai binatang menjeritkan kelegaan hati mereka. Kijang itu juga demikian.

            Arjuna mengusik kedamaian hutan. Langkah kasar kakinya membuat penghuni hutan tersentak. Menenteng sebuah busur panah, dia ingin mengakhiri kehidupan salah satu binatang. Hatinya telah kotor dan ingin sekali mempertontonkan kemampuan memanahnya. Sesumbar ingin menancapkan amarahnya melalui sepucuk panah berdarah.

            Sudut lain hutan berkemerasak. Sepasang mata angkuh lain mengamati. Mencari waktu untuk melumpuhkan sesuatu. Menguasai manusia dan dunia binatang. Gigi insan itu panjang di bagian bawah. Matanya melotot berwarna merah. Sambil menahan mulutnya yang tak bisa diajaknya berkompromi, dia gelisah tak henti-henti. Sang Cakil mengincar kehidupan Arjuna.

            Sang Kijang berhati damai. Tak pernah selintas pun berpikir nyawanya akan terancam. Dalam hitungan menit, bisa jadi panah akan mengantarkannya bertemu dengan Raja Sulaeman. Dia terus melonjak-lonjak kegirangan, walaupun tadi dia mendengar bunyi mencurigakan. Tak perlu takut, toh hidup ini dia serahkan sepenuhnya kepada sang pembuat kehidupan.

            Anak panah meluncur dari tangan Arjuna.

            Sang Cakil keluar dari sarang persembunyiannya.

            Kijang berkelit dan lari terbirit-birit.

            Arjuna dan Cakil beradu kekuatan.

            Sang kameraman lupa menekan tombol “rekam”.

            Sang sutradara kecewa berat.

Tidak ada komentar