Header Ads

Catatan Perjalananku: Bumi Borneo

Tiga orang gadis Borneo mempertunjukkan tariannya. Dalam balutan pakaian gelap berhias manik-manik bercahaya, gerakan mereka sungguh memesona. Tatap matanya bersahabat dengan senyum yang mengembang. Namun sesekali ekspresi wajahnya menjadi hambar dan kusam. Seolah mereka tengah menceritakan sesuatu. Kesenangan, kebimbangan, kesedihan, semua bercampur menjadi satu.

            Iringan musik yang menghentak, bersemangat, dengan ritme tak biasa, membuat ketiga gadis itu semakin tenggelam dalam tariannya. Pelan-pelan aura magis merayap ke seluruh ruangan pertunjukan. Asap dupa mulai membumbung hingga membuat para penonton bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Memang itulah tarian Rangkong. Tangan ketiga penari itu menyandang semacam bulu-bulu. Digerakkan naik turun seiring gerakan tubuh mereka. Aku menangkap bahwa tarian itu menandakan kesedihan tiga ekor rangkong kecil. Sepertinya mereka bersaudara dan ditinggal mati induknya. Sungguh malang benar nasib mereka. Mereka belum mengenal dunia. Belum terbiasa jauh dari induknya.

            Mereka terus mengepakkan sayap di tengah lautan asap dupa, yang sepertinya merupakan asap di angkasa. Tiga gadis yang juga tiga burung rangkong kecil itu belajar terbang. Belajar mencari jati diri mereka. Tanpa bantuan sang induk lagi.  

Tidak ada komentar