Header Ads

Berlakukah Ungkapan "Surga berada di telapak kaki ibu"?

    

“Aku mau ini, Bu.” Teriak seorang bayi sambil memegang erat bungkusan cokelat.

“Jangan, Nak. Ini mahal!” Balas ibunya seakan dia tak mau menyerahkan kekuasaannya kepada anaknya yang masih bayi. Kekuasaan atas hak pengelolaan uang.

Bayi itu makin memegang erat bungkusan itu, tanpa sedikit pun berkeinginan menangis. Dia berpikir bahwa dengan menitikkan air mata, maka akan menunjukkan kelemahannya kepada sang ibu.

Kali ini ibu harus tunduk pada keinginanku, batin sang bayi.

Sang ibu pun makin kuat untuk menarik bungkusan cokelat dari tangan bayi. Hingga terjadi adu kekuatan di antara ibu dan balitanya. Adegan itu berjalan beberapa menit,  akhirnya sang bayi pun tak kuasa dan menyerahkan kedigdayaan pada ibunya.

Bagaimana pun juga, ibu punya uang dan aku hanyalah anak kecil! Ratap bayi itu dalam hati.

Memang tak bisa dipungkiri, seorang ibu adalah sosok manusia yang digariskan memiliki kekuatan dari apa yang diucapkannya atau apapun tindakannya. Tapi jika kejadiaannya seperti proses perebutan bungkus cokelat, apakah ini bisa disebut sebagai salah satu sisi buruk seorang ibu. Hanya sebatang cokelat yang dibutuhkan seorang bayi, diikuti tarik menarik kekuasaan, dan sang ibu menolaknya dengan penjelasan yang amat tidak dewasa. “Jangan, Nak. Ini mahal!”

Tidak ada komentar