Header Ads

Dan Aku pun Menangis Darah di Kota Kembang

    Kutatap hamparan kasur di kamarku. Hanya guling dan bantal. Sedikit perabotan tanpa pernak-pernik berarti. Semua khas anak kos. Tak berubah dari dulu, tetap menyandang predikat "anak kos".
   Kasur melirik kepadaku, ia geser sedikit pandangannya, hingga nyaris memelototiku. Seakan ia ingin melancarkan protesnya. "Aku sudah lama menemanimu, kapan kamu meninggalkanku?" Aku terlonjak, tak tahu harus berkata apa, tak menyangka sang kasur berkata demikian. Salah apa diriku ini? Pernahkah aku menodainya? Aku berpikir sebentar ... Mmm, mungkin aku secara tidak sengaja mengotorinya dengan air liurku, air mataku, atau air lainnya. Aku tak tahu pasti.
   "Kenapa kau berkata demikian sang kasur?" tanyaku agak gugup.
   Ia masih saja memelototiku, wajahnya memerah, ini terlihat jelas karena aku tak pernah menutupinya dengan seprai. Ekspresinya terlihat jelas olehku. Tak biasanya ia seperti ini, aku selalu menjemurnya, membersihkannya dengan kemoceng. Ya, memang aku tak pernah menghiasnya dengan seprai, itu salahku.
   "Aku hanya ingin ..." Ia mulai berkata kembali.
   "Katakan sejujurnya, Kasur!" Pintaku.
   "Aku ingin kau mencarikan aku teman!"
   "Bukankah kamu sudah kuberi teman bantal dan guling?" Jawabku asal-asalan.
   "Aku hanya butuh kamu cari istri, agar cengkerama kita tiap malam lebih asyik. Bertiga dalam cinta; aku, dia, dan dirimu."
   "Hah ...."

 

6 komentar:

  1. Semoga segera dipertemukan oleh Allah dengan wanita pilihan :-)

    BalasHapus
  2. Amin.
    Makasih banget doa dan dukungan Mbak.
    Minta tissue ...
    Nangis deh aku!

    BalasHapus
  3. orang yang aneh! ngobrol kok ama kasur!

    BalasHapus
  4. Yeee ... kenapa emang?!
    La kamu diajak ngobrol ya ndak mau?!
    Wah Nanik ki selalu begitu!
    Mending ama kasur dong ... hahahaha

    BalasHapus
  5. wah.........wah....wah.......berarti koe lanang to? dudu oshiiin, ye.........

    BalasHapus
  6. aku maluuuw
    penyamaranku terbongkar!

    BalasHapus