Header Ads

Cincin Pernikahan, Haruskah?

    Gadis itu membayangkan jari manisnya terlingkari oleh cincin. Dia sudah menua dengan keriput mukanya yang mulai tampak. Rambutnya pun kini telah disemarakkan oleh uban. Hatinya mengeluh, 'Kapan aku akan menikah?'.
   Sendiri dia terpaku di kamarnya yang penuh dengan gambar lelaki idolanya. Dari pesebakbola Italia, penyanyi dandut kenamaan, bintang film Hollywood dan Bollywood, semua terpajang rapi di dinding kamarnya. Senyum mereka seakan mengisi hari-harinya yang sunyi. Kadang dia menyadari kepalsuan sunggingan mereka, namun kadang dia menerima begitu saja kehadiran mereka. Tak ada makhluk yang bersedia mencintainya. Sungguh malang dirinya.
   Jari manisnya belum bercincin. 'Haruskah aku memaksa seorang lelaki untuk menikahiku? Kusebarkan foto diriku ke surat-surat kabar?'
   Dia membuka dompetnya, wajah-wajah yang sama di dinding. Foto-foto kecil terselip di dompet itu. Masih dengan senyum semu yang tak pernah berubah.
   Cincin ... cincin ... dia mengambil satu karet gelang berwarna kuning. Dilingkar-lingkarkan karet itu di jari manisnya. Dia membayangkan telah memakai cincin emas pernikahan, dan masih tetap membayangkan foto-foto lelaki idamannya.
     

2 komentar: