Header Ads

Juru selamat bernama Ibu

Tulisan ini bertalian dengan ketikan akhir Desember, untukmu Bundaku….


Di kala padimu menguning gading
Engkau siapkan tampah pemilah butiran beras
Namun ketika harga beras turun di bawah kisaran rakyat
Aku berjuang memanggul karung beras di pasar pagi
Peluhku kau tandoni sebagai penutup kerugianmu

Ternyata kau berdusta!
Sejak sekarang aku tersadarkan semua mulut gandamu
Terpaksa juga aku menekuni arti kenyataan
Berikut kembalian nan kecil tak berarti dariku

Tak dinyana semua impas….
Kita berhasil menanganinya, hingga tepukan tangan membahana

Dua setengah tahun sudah perjuangan sengit berkobar
Apa yang aku punya kucoba kubagi
Sebagai penunjuk kulayak menjadi pertama
Hingga kuterseok tapi berbuah dewasa

Tapi saat ini langkahku sedikit gontai
Tak tahu mengapa?
Ah, aku singkap menjadi “Bagaimana selanjutnya?”
Anehnya hidupmu bangkit kembali

Aku jadi bertanya apakah rizki itu datar?
Jikalau banyak berujung luapan habis
Masa sedikit justru digali tak pernah berhenti memancar
Sikap menjuntai dan memelas beriringan seru
Tak tahu ujung pangkalnya
Hanya Tuhan nan Tahu segala
Kuberjanji ku kan kembali, Bunda
Membuka kios beras milik kita kembali
Doakan....






4 komentar:

  1. hehehehe...Jaman dulu ya??? Mmmmm....maklum bacaan sastra yang peyot-peyot...Piye dong kasih caranya biar bagus..Ada bacaan untuk membuat puisi kita lebih bagus ga?

    BalasHapus
  2. Emang beneran nih kamu punya kios beras? jadi segenggam beras bisa jadi berapa piring?

    BalasHapus
  3. Ibuku kan jualan macam2 (jangan mikir ngaco ya), karena anaknya banyak dan sekolah semua, jadi turun popularitasnya. Tapi aku bertekad mengembalikan kejayaan keluargaku. Semangat. Mmmm..tergantung airnya sih, Dhan...

    BalasHapus