Header Ads

Sebuah Elegi Bernama Air

Air dalam bahasa Inggris berarti udara, namun bangsa kita mengadopsinya menjadi sebutan untuk zat cair. Apakah peresapan kata ini dikarenakan kedunguan kita dalam memahami suatu kosakata ataukah hanya kebetulan yang merupakan sinkritisme dua budaya yang tak tertawarkan.

 

Ternyata ada hubungan antara pola fikir sebuah bangsa –yang menelan bulat kosakata tanpa cernaan- dengan tingkah laku bentukannya. Coba simak ketika nenek moyang kita memutuskan untuk menggunakan kata air, yang sangat melenceng dari kata asli, maka sampai sekarang anak, cucu bahkan buyutpun semena-mena menggunakan air. Contoh yang paling dekat adalah apakah pernah kita mendapatkan pendidikan dari orang tua* tentang betapa pentingnya air, malah ketika seorang “anak kecil” mengisi bak air sampai meluber dianggap biasa saja. Padahal hal tersebut adalah tindakan pemborosan energi!

 

(*Kasus ini hanya berlaku kepada keluarga yang tidak terdidik dengan baik)

 

Beralih ke masalah terkini yang sedang menjadi pembicaraan panas di lingkunganku yaitu berkurangnya ketersediaan air. Air seakan menjadi barang primadona dengan lonjakan nilai gunanya yang –sekarang- melebihi harga seunting bayam. Kernyitan muka sang air menjadi menjemukan tatkala dia dengan sombongnya mengatakan, “Anda tak menghargaiku, maka jangan harap kasih sayangku”, teriak lantang sang dewa air.

 

Sebagai bahan timpaan adalah musim kemarau, para petani mengumpat dengan kata kasar, sang pawang hujan merasa pemasokannya merosot tajam, sang kodok tak bisa bersenandung bahkan mempelai pengantin dengan sangat rela –tapi menggerutu- memasang penyejuk ruangan agar mereka melalui malam-malam dengan nyaman. Tak ubahnya dengan sang air, musim kemarau akan menampakkan kekuasaannya tatkala bumi tak mampu meminum air. “Berhati-hatilah, wahai kau manusia!”, ejekan kemarau. Air dan kemarau adalah negasi yang saling meniadakan tapi saling melengkapi, sudahkah kita peduli pada mereka?

 

Telisikan lebih dalam dimulai dari unsur pembentuk air yang terdiri dari 2 atom hirogen dan 1 atom Oksigen, sungguh sederhana dalam susunan. Tapi tahukah kita bahwa air mengalami perjalanan yang sedemikian jauh –dan melelahkan- untuk melayani manusia. Berawal dari penguapan saat matahari menyapa, kondensasi dengan memampatkannya, dilanjutkan dengan jatuhnya buliran air ke muka tanah. Berputar terus tanpa lelah. Tapi tunggu, Tuhan memberi kemudahan bagi hambanya yaitu sang dewa air untuk beristirahat selama 6 bulan mengurangi aktifitas digantikan oleh dewa kemarau.

 

Puasa alam, ya benar semesta alam seakan menahan diri dan perlu waktu untuk beristirahat mempercantik diri. Ini tak ubahnya seperti perjalanan sang salik, dalam pencarian Diri Sejati. Seperti kita ketahui bahwa merupakan suatu kebutuhan hamba –bukan kebutuhan Tuhan- berpuasa atau apapun bentuknya untuk melatih diri agar mendapatkan CintanNya. Contoh tindakan ini adalah kewajiban manusia –jika Muslim- minimal sebulan berpuasa, sang beruang berhibernasi, kupu-kupu bermetamorfosa, pohon meranggas, ular beganti kulit bahkan seorang perempuan haid. Semua adalah kegiatan untuk membersihkan diri.

 

Begitu juga ketika kemarau, hal ini menunjukkan bahwa bumi membutuhkan jeda untuk menghimpun tenaganya agar saat musim berlalu dan digantikan tetesan air mata langit akan dengan siaga menampungnya. Memang dibutuhkan keserasian oleh berbagai komponen hidup seperti penjagaan hutan, rasionalitas perilaku manusia. Kesemuanya bekerja sesuai dengan takarannya masing-masing, jika salah satu mengeluh maka keseimbangan alam terguncang.

 

Saat ini kita dihadapkan suatu masalah dengan berkurangnya ketersediaan air bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Banyak orang yang mengeluh dengan keadaan ini, seakan kita tidak mau belajar dari masyarakat yang daerahnya kekurangan air tapi tetap bisa bertahan. Belajar dari negeri seberang Singapura yang tidak memiliki sumber daya air. Dengan sangat cerdik mereka menggunakan akal dengan membeli air Malaysia dan menggunakannya secara sangat efisien. Warga sangat menghargai arti pentingnya berhemat air. Jika lengah maka denda adalah resiko yang harus ditimpa. Bagaimana dengan kita?

 

Memang sekali lagi ini tidak terlepas dari kemauan kita untuk maju, belajar dari kesalahan. Kita kaya tetapi miskin, miskin akan keinginan untuk bergerak ke arah lebih dewasa. “Malaikat air lebih mencintai orang yang menghargainya”, ujar seorang sufi. Jika kita mau bekerjasama dengannya niscaya keluhan kekanak-kanakan akan tidak terdengar lagi.

 

Mari hemat selagi ada....Air sisi yang patut kita hargai....

 

 

 

 

 

 

 

38 komentar:

  1. Saya boros air. Khususnya untuk minum. Sehari dua liter lebih.

    BalasHapus
  2. Belum lagi untuk nyuci, belum lagi untuk mandi junub....

    BalasHapus
  3. wah ... ular --> Panji ya?
    Sila kirim biodata lengkap, jadi tidak terjadi kesalahan ejaan dan pelafalan. Ada mata-mata Dirjen Pendidikan Internasional. Mereka baru melakukan razia besar-besaran, buat mereka yang berbahasa gaul dan memeletotkan bahasa Rindunesia. Mereka sudah bangun tidur! Menguap bentar lalu bertindak!

    BalasHapus
  4. Sebaiknya mereka tidak gegabah bertindak, nanti dipatuk ular laut.

    BalasHapus
  5. Beuh sejak kapan orang dekil seperti kita bisa memberi masukan ke orang-orang penting? Yang ada malah kita diancam pasal pelecehan seksual!
    Hati-hati saja hahaha

    BalasHapus
  6. Ih, mengerikan!!! Saya berjanji akan menjaga ucapan saya dan tidak bertindak gegabah saat menghadapi orang-orang penting!!! Daripada dipatuk....

    BalasHapus
  7. Ya betul.
    Main aman saja!
    Jangan kebangetan yah ... Soalnya negeri ini tidak menerima orang cerdas. Yang cerdas sila ke luar ngeri.

    BalasHapus
  8. ya ... jadi TKI!
    Mau ga? Ntar buka warung aneka soto nusantara atau apalah ... hahaha

    BalasHapus
  9. Wah, apa bule doyan makan soto? Buat apa buka warung soto kalau yang makan cuma para imigran Rindunesia.... Seharusnya kita bisa menyotonisasikan para bule itu....

    BalasHapus
  10. Wah, apa doyan bule makan soto? Buat apa buka warung soto kalau yang makan hanya para imigran Rindunesia.... Seharusnya kita mampu sekaligus menyotonisasikan para bule itu....

    BalasHapus
  11. Loh kamu kok apatis to?
    Kita memang berhak bermimpi jadi WNA, tapi jatidiri leluhur jangan sampai hilang.
    Ya, kita promosi kecil2an dulu. Berawal dari soto. Dah ada sponsornya ko. Teman kerjaku mau tuh ....
    nama blognya grafika apa gitu

    BalasHapus
  12. Soto Grafika? Sebuah usaha cerdas mengolaborasikan warung soto dengan usaha percetakan.

    BalasHapus
  13. Wah ga nyambung deh ...
    Mending Soto Sinetron!
    atau Soto Dewan Percakilan Rakyat?
    Atau Soto cmpur Solar bekas (mahal pula)?

    BalasHapus
  14. Asalkan jangan anggota Dewan menjual soto. Tidak, bukannya memalukan, namun tak meyakinkan. Jangan-jangan mereka pakai ayam tiren, ih tatut. Bisa kacaw lambungku.

    BalasHapus
  15. Loh apa salahnya? Toh anggota dewan itu harus kreatif. Tak usah takut omongan macam kita tuh yang seperti Warga negara bejat dan tak tahu terima kasih. Malah bermimpi pengin jadi WNA!
    Aku sih pengin Australia.
    Kamu Afrika saja yaaa ....

    BalasHapus
  16. Bah, sudah kubilang aku tak suka yang hitam pekat dan tak kenal silet untuk mencukur......

    BalasHapus
  17. Bukaaaaaan...... Ini cuma masalah selera. Jangan diperkeruh dengan isu rasial, ntar semua jadi sial. Kenapa, kau suka yang hitam ya? Aku kan gak melarangmu.

    Btw, stw, busway, tralala trilili, KKK masih eksis, gitu?

    BalasHapus
  18. Pastilah, aku fans berat Orang kulit hitam!
    Bagaimana mereka berjuang menyetarakan diri ama orang kulit putih.
    Menginspirasiku bangettt ....
    Aku kan dah memasukkan mereka ke "my greatest heroes"

    BalasHapus
  19. ada dehh ....
    masak aku kasih tahu.
    Restoran terkenal akan ngumpetin rahasia perusahaan agar ga ditiru.
    Kalau dibocorin, emang kejaksaaannnnnnnn

    BalasHapus
  20. Omonganmu saruuuuuuuuu............ Gak eliiiiiiiiiiitttttt.........

    BalasHapus
  21. maaf jika aku salah berucap.
    Aku memang pantas kau hina
    hik hik hik
    (ada kacu ga?)

    BalasHapus
  22. Maaf, aku bukan Pramuka, jadi ga nyimpan kacu.

    BalasHapus
  23. ya dah dasimu aja tuh!
    yang kamu pajang di puto hahahaha
    hari gini narsis, buang laut ajaaa

    BalasHapus
  24. Heeeeiiiiiii inilah poto yang mengantarkanku jadi sarjana, tauuuuu........ Jangan kau hina ia!!!

    BalasHapus
  25. Ia: potoku yang karismatik ini, tauuuuuuuuuu................

    BalasHapus
  26. Apa siiiiiiiihhhhhh..........
    Minum obat cacing, gih......

    BalasHapus
  27. Jangan salah. Aku cukup minum jamu brotowali.
    Murah dan plus senyuman si mbok jamu!

    BalasHapus
  28. Kau ganjen juga yah.... Nggangguin bakul jamu gendong.

    BalasHapus
  29. secara mereka temanku
    kenpa tidak boleh gangguin mereka?

    BalasHapus
  30. Ya, namun jangan lupa menenggak pasak bumi, cabe jawa, madu hutan, adas manis dan jintan hitam. Kalau gak ada asupan enerji, alamat kopong dengkulmu.

    BalasHapus