Tukang Siksa Penghajar dengan Sabuk itu Ayah dan Ibuku
Sampai sekarang, aku tak pakai sabuk. Bagiku ikat pinggang selalu mengingatkan dua orangtuaku yang selalu menghajarku jika berbuat salah. Malas menggarap PR, kepalaku kena tampar ayah dengan sabuk. Mandi telat, kakiku biru biru kena hukuman ibuku.
Setelah itu, kumenghambur ke kamar mandi, kututup keras keras dan menguncinya, lalu kumenjer
it
sekuat tenggorokanku. Rasanya ingin kubunuh kedua orangtuaku saat itu
juga. Aku seperti anak pungut yang layak untuk disiksa.
'Aku melahirkanmu bukan untuk jadi orang malas, Dan!' seru ibuku dari luar kamar mandi. Ia menggendor gedor pintu agar aku bangkit ke luar dan segera melaksanakan tugas tugasku.
'Benar, Bu.' bela Ayah setuju dengan istrinya, ibuku yang bengis. 'Anak sekarang kalau tidak dididik secara militer, mau jadi apa dia! Gembel, gelandangan?'
Aku ke luar WC dalam langkahku menunduk tanpa melihat muka kedua orang tuaku. Sebalnya minta ampun, ingin kuludahi mereka tapi kutahan agar aku tak kena serangan bertubi tubi ayah dan ibuku.
***
Sekarang aku pengusaha sabuk. Ayah dan ibuku sudah mati bersamaan sepuluh tahun lalu. Waktu itu rasanya antara kehilangan dan gembira. Tak bisa kubayangkan harus berpisah dari orang tua yang selalu menghajarku untuk disiplin. Tapi hatiku luar biasa senang karena tak akan sakit lagi badanku dipecut dengan sabuk.
'Dan, kau harus jadi tangguh kalau ayah sudah dipanggil Tuhan.' ucap ayah saat sisi melankoliknya ada.
'Kalau ibu sih pengin Danie jadi hebat!' balas si ibu.
Dan sekarang aku tahu kalau didikan ayah dan ibu lebih banyak benarnya. Mental tak cengeng berhasil mereka berdua tularkan padaku berguna bagi bisnis sabukku.
______
Sumber gambar: giantbomb.com
'Aku melahirkanmu bukan untuk jadi orang malas, Dan!' seru ibuku dari luar kamar mandi. Ia menggendor gedor pintu agar aku bangkit ke luar dan segera melaksanakan tugas tugasku.
'Benar, Bu.' bela Ayah setuju dengan istrinya, ibuku yang bengis. 'Anak sekarang kalau tidak dididik secara militer, mau jadi apa dia! Gembel, gelandangan?'
Aku ke luar WC dalam langkahku menunduk tanpa melihat muka kedua orang tuaku. Sebalnya minta ampun, ingin kuludahi mereka tapi kutahan agar aku tak kena serangan bertubi tubi ayah dan ibuku.
***
Sekarang aku pengusaha sabuk. Ayah dan ibuku sudah mati bersamaan sepuluh tahun lalu. Waktu itu rasanya antara kehilangan dan gembira. Tak bisa kubayangkan harus berpisah dari orang tua yang selalu menghajarku untuk disiplin. Tapi hatiku luar biasa senang karena tak akan sakit lagi badanku dipecut dengan sabuk.
'Dan, kau harus jadi tangguh kalau ayah sudah dipanggil Tuhan.' ucap ayah saat sisi melankoliknya ada.
'Kalau ibu sih pengin Danie jadi hebat!' balas si ibu.
Dan sekarang aku tahu kalau didikan ayah dan ibu lebih banyak benarnya. Mental tak cengeng berhasil mereka berdua tularkan padaku berguna bagi bisnis sabukku.
______
Sumber gambar: giantbomb.com
Post a Comment