Minggu Pertama: PNS, Rokok yang Ber AC, dan Tradisi Sembelih Ayam Cemani
Menghirup udara berisi nikotin. Tak masalah. Tak perlu masker, sleyer, atau tisu. Biarlah paru paru bersahabat dengan asap rokok. Karena itu sangat bermanfaat bagi sel sel, memperbaiki keturunan, dan meningkatkan vitalitas. Dan, asap laksana vitamin itu diberi oleh senior senior saya yang baik hati. Di ruang ber AC, yang dingin, dan penuh tekanan berupa kerjaan yang tak berarah. Beginilah hidup saya yang baru, peningkatan dari sebelumnya. Hidup saya aman, bergaji tiap bulan, ditambah bonus berupa asap rokok yang menyengat namun membuat ketagihan seperti dadah bagi para pecandu.
Jika salah seorang teman saya berujar ia tersiksa setiap hari bersungut sungut, mengipasi hidung, agar asap tak ia hirup, disertai keluh ia akan mati beberapa tahun lagi karena kanker, sebaliknya saya. Saya, mmm ... jangan dikata, merasa nyaman dengan bau khas tembakau ini. Seperti berada di tempat yang jauh, menerawang, diajak jalan jalan oleh Peri Cantik, diajak makan malam berhias lilin romantis, dan itu saya temui sejak saya ditahbiskan menjadi PNS. Profesi kebanggaan, yang layak diceritakan tak habis habisnya kepada anak cucu dan masyarakat yang haus akan hiburan selain sinetron. PNS, dan asap rokok adalah sebuah keharusan.
'Mari saya kasih permen, Nak.' Senior menawarkan, saya tak menolak.
'Silakan berada di ruang AC, saya merokok tak masalah ya.' Tak berani melakukan tindakan makar. Karena, akan mengurangi nilai kredit. Naik jabatan akan lama. Sebaiknya diam saja. Batuk toh bisa ditahan, di rumah dipuas puaskan, asal jangan atasan atau orang yang dituakan terlecehkan hati mereka. Cuma rokok satu batang. Perokok pasif tak akan cepat meninggal.
'Maaf Dik. Saya dapat tugas dari Bos. Stres saya. Saya merokok ya Dik. Sekali lagi, saya minta maaf.' Pak Jenggot yang saya taksir berusia enam puluh tahun, berpenampilan kumal, dengan bibir hitam, memohon izin kepada saya untuk sekadar merokok.
'Silakan Pak.' Lembut sekali hati saya. Merelakan si Bapak untuk menikmati salah satu hobi beratnya. Saya mendekati dirinya, dan ia sibuk mengerjakan hitungan menggunakan Excel. Garuk garuk kepala dirinya. Saya biarkan. Pekerjaan saya masih menunggu untuk dirampungkan: Bermain Facebook.
Pelajaran olahraga setiap Jumat.
Bermain pingpong, senam dengan instruktur bahenol berkostum khas penyanyi dangdut, atau gerak jalan menyerasikan langkah menuju masa depan yang sama. Selebihnya, mandi bergantian mengisi waktu sampai dengan waktu shalat jumat tiba. Bersantai, membuat teh panas, atau kopi, atau yang pasti merokok. Kretek ataupun filter.
Mari bernyanyi, mari bergoyang, jangan ragu jangan bimbang, karena hidup adalah pilihan untuk menerima asap rokok dengan ikhlas. Karena menghargai orang lain, memberi ia jalan untuk menikmati kegemarannya, berpahala ekstra dan mengandung esensi nilai yang bijak. Inilah kantor kami, kantor yang penuh dengan cerita, yang mengindahkan segala kepentingan, bergotong royong, dan penuh tenggang rasa. Melaksanakan Pancasila dengan semestinya. Dan, kami bahagia.
PNS, asap rokok, dan keikhlasan hati dalam menerimanya.
jadi pns to ndi saiki?
BalasHapus
BalasHapusKalau di kantorku yang menyosialisasikan asap rokok ya aku :p
Tak bunuh kau!
BalasHapusYa sambi sana sini lah. Mana yang menggairahkan, Thit.
BalasHapusTak bunuh kau!
BalasHapusAjaran saya ndak kau pakai!
BalasHapusAmpuni sahaya, Guru... Berguru tanpa ngudhut tiadalah afdol...
Ya,tak ampuni. Wudlulah.
BalasHapus
BalasHapusWaktu dhuha sudah lewat, Guru.
Ya waktu tidur lahhh. Ikuti saya. hahaha hohoho
BalasHapus