Jimbaran Bali: Mencuri Susuk Pesona, Meninggalkan keJawaanku
Jimbaran, aku datang. Tubuhku telah bertandang kepadamu. Merasakan keindahanmu. Bermain layang layang, menggerutui anginmu. Bersama para turis asing sahabatku. Melatih keahlian sisiku dalam berbahasa. Excuse me, Sir, Lady. This is my butt. Yes, thank you. What's my name? Alright. Ciao.
Tak puas aku berpijak di Jawa. Kususuri Nusa Tenggara. Yang condong secara politik kepada Australia. Bukankah batas kontinental membuat gerah, panas, saling bunuh, mengacaukan elektritisitas otak, membundelkan neutron yang seharusnya tercerai. Aku dan turis adalah satu. Hanya politik bisu yang beradu.
Bali, pulau pesona dengan gelontor budaya dari penjuru bumi. Anehnya masih dengan cirinya. Bukan seperti diriku, orang Jawa yang tergerus banyak budaya. Tak satu kupilih, nenek moyang dibiarkan keguguran, berdarah, pendarahan. Bali kucuri susukmu. Kumasukkan ke bibirku. Biar.
Jimbaran. Kuserap cahayamu.
Tak puas aku berpijak di Jawa. Kususuri Nusa Tenggara. Yang condong secara politik kepada Australia. Bukankah batas kontinental membuat gerah, panas, saling bunuh, mengacaukan elektritisitas otak, membundelkan neutron yang seharusnya tercerai. Aku dan turis adalah satu. Hanya politik bisu yang beradu.
Bali, pulau pesona dengan gelontor budaya dari penjuru bumi. Anehnya masih dengan cirinya. Bukan seperti diriku, orang Jawa yang tergerus banyak budaya. Tak satu kupilih, nenek moyang dibiarkan keguguran, berdarah, pendarahan. Bali kucuri susukmu. Kumasukkan ke bibirku. Biar.
Jimbaran. Kuserap cahayamu.
Post a Comment