Pusing Menerima Ajaran Pakar Telematika, Mereka Lari dari Kursus!
Salah Bunda mengandung juga salah Ayah yang tak memberi nafkah. Siapa suruh memakan buah simalakama jika belum matang, pasti habis manis sepah dibuang. Jangan bermain api jika kau tahu kulitmu akan terluka. Minum air laut sudah pasti membuat kerongkongan tak nyaman, jangan lakukan. Tidak pantas si anak mengumpat kepada orangtuanya, surga akan lepas dari genggaman.
Seluruh negeri pasti tahu jikalau Boi Matahari adalah pakar telematika terpandai di Rindunesia. Telekomunikasi dicampur Matematika? Atau Telewicara bergabung dengan Kematian Seorang Karateka? Tak jelas memang. Tapi siapa yang mampu meragukan kedigdayaannya meremas-remas teknologi? Jawabnya, semua masyarakat, baik gaib dan nyata, tunduk di hadapannya. Tak terkecuali tiga insan yang ingin berguru kepadanya.
Sebut saja Parmin, Parjo, dan Parno. Tiga sejoli ini ingin mengeruk ilmu dari Begawan Telematika. Berbekal seperangkat alat shalat dan uang tak lebih dari seratus ribu rupiah, mereka terbang ke Batavia. Dengan kereta ekonomi pastinya, irit dan ramah lingkungan. Tak punya saudara, mereka menginap di mushalla terdekat.
Boi Matahari sedang syuting, begitu informasi yang didapat mereka dari sekretaris kantor. Tiga serangkai itu menunggu hingga calon guru datang dan bersedia menerima mereka sebagai murid. Tidak boleh sia-sia perjuangan mereka, harus sampai bertatap muka. Tanpa terluka yang pasti.
Komputer, kotak ajaib yang ditemukan peneliti iseng. Kini benda itu telah menjadi pujaan hati insan-insan di dunia. Rindunesia juga begitu. Barang siapa yang di abad ini tidak mempunyai komputer, dia adalah manusia tak beruntung di jagad ini. Begitu pula mahasiswa, laptop, yang dipelopori oleh seorang pelawak terkenal tanah air, merupakan barang wajib dan patut diedarkan di mana-mana. Beruntunglah yang menemukan komputer, jasamu tiada tara.
Parmin berperawakan kurus. Parjo sedikit lebih gemuk. Parno paling ideal di antara mereka. Hobi mereka sama, mengutak-atik komputer. Selain itu tidak. Siang dan malam, satu komputer bekas, diobrak-abrik oleh mereka. Kos mereka kontan seperti kapal yang diporak-porandakan Badai Parjiyem. Anak-anak kos lain sudah maklum dengan keadaan seperti ini. Tapi jika tidak tahan mental, dijamin anggota baru akan segera pergi. Itulah kos mereka, PAR's HOME.
Boi Matahari tampak di televisi. Seluruh tim Kursus 'Mega Bestseller' menontonnya dengan amat antusias. Tak mungkin seoarang pemimpin kharismatik a la Boi tak dipedulikan oleh karyawannya. Pasti dielu-elukan. Parmin, Parjo, dan Parno bergerak mendekat ke sekumpulan orang pencermat televisi. Mereka terpikat dan berbunga-bunga saat calon guru mereka tampil dan mengumbarkan senyumnya yang dihias kumis tipis seksi.
Mereka tetap menunggu walau petir menyambar-nyambar dan suaranya bagaikan teriakan ibu tiri di dekat sumur. Menunggu adalah jawaban atas mimpi-mimpi mereka.
(Bersambung)
Seluruh negeri pasti tahu jikalau Boi Matahari adalah pakar telematika terpandai di Rindunesia. Telekomunikasi dicampur Matematika? Atau Telewicara bergabung dengan Kematian Seorang Karateka? Tak jelas memang. Tapi siapa yang mampu meragukan kedigdayaannya meremas-remas teknologi? Jawabnya, semua masyarakat, baik gaib dan nyata, tunduk di hadapannya. Tak terkecuali tiga insan yang ingin berguru kepadanya.
Sebut saja Parmin, Parjo, dan Parno. Tiga sejoli ini ingin mengeruk ilmu dari Begawan Telematika. Berbekal seperangkat alat shalat dan uang tak lebih dari seratus ribu rupiah, mereka terbang ke Batavia. Dengan kereta ekonomi pastinya, irit dan ramah lingkungan. Tak punya saudara, mereka menginap di mushalla terdekat.
Boi Matahari sedang syuting, begitu informasi yang didapat mereka dari sekretaris kantor. Tiga serangkai itu menunggu hingga calon guru datang dan bersedia menerima mereka sebagai murid. Tidak boleh sia-sia perjuangan mereka, harus sampai bertatap muka. Tanpa terluka yang pasti.
Komputer, kotak ajaib yang ditemukan peneliti iseng. Kini benda itu telah menjadi pujaan hati insan-insan di dunia. Rindunesia juga begitu. Barang siapa yang di abad ini tidak mempunyai komputer, dia adalah manusia tak beruntung di jagad ini. Begitu pula mahasiswa, laptop, yang dipelopori oleh seorang pelawak terkenal tanah air, merupakan barang wajib dan patut diedarkan di mana-mana. Beruntunglah yang menemukan komputer, jasamu tiada tara.
Parmin berperawakan kurus. Parjo sedikit lebih gemuk. Parno paling ideal di antara mereka. Hobi mereka sama, mengutak-atik komputer. Selain itu tidak. Siang dan malam, satu komputer bekas, diobrak-abrik oleh mereka. Kos mereka kontan seperti kapal yang diporak-porandakan Badai Parjiyem. Anak-anak kos lain sudah maklum dengan keadaan seperti ini. Tapi jika tidak tahan mental, dijamin anggota baru akan segera pergi. Itulah kos mereka, PAR's HOME.
Boi Matahari tampak di televisi. Seluruh tim Kursus 'Mega Bestseller' menontonnya dengan amat antusias. Tak mungkin seoarang pemimpin kharismatik a la Boi tak dipedulikan oleh karyawannya. Pasti dielu-elukan. Parmin, Parjo, dan Parno bergerak mendekat ke sekumpulan orang pencermat televisi. Mereka terpikat dan berbunga-bunga saat calon guru mereka tampil dan mengumbarkan senyumnya yang dihias kumis tipis seksi.
Mereka tetap menunggu walau petir menyambar-nyambar dan suaranya bagaikan teriakan ibu tiri di dekat sumur. Menunggu adalah jawaban atas mimpi-mimpi mereka.
(Bersambung)
Hehehe....... Pakar Telematika + Mentalitas Artis = Badai Parjiyem.
BalasHapusLa gimana enggak, kapan lagi nama orang-orang Jawa jadi badai!
BalasHapusBosan aku dengar badai Katherina, Lusi, Susy belel, brrrrrrr
Badai Boi Matahari.
BalasHapusLebih gurih di telinga.
BalasHapusGurih, kau pikir dendeng?
BalasHapusTidak hanya dendeng. Baju batik kalau dikasih penyedap ya gurih ...
BalasHapus