Header Ads

SEKOLAH DOMBA


Sama sekali di tulisan ini saya tidak menyerang agama dengan ritual kurbannya. Tidak sekali sekali saya berpikir seperti itu karena filosofi pengorbanan Nabi Ibrahim sebagai Bapak Semua Agama dengan menyembelih Ismail sangatlah tinggi. Dari peristiwa itu, saya mengambil simpulan jika pengabdian kepada Tuhan Sang Maha Agung melebihi segalanya. Satu lagi poin bagusnya:

"Saya penasaran dengan merek pedang Ibrahim?"

Kurban. Kayanya, beda dengan korban ya? Kalau kurban ya itu tadi sejarah Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim. Kalau korban, seorang yang keseruduk geng motor sampai guling guling dintanah dan ditinggal minggat alias walk out. Baik, saya memutuskan pakai kata kurban biar ketua MUI nggak teriak teriak.

Saya kali ini membahas domba. Tidak sapi, ya. Domba atau kambing alias wedhus ya sebangsa mereka yang nenek moyangnya jadi penukar Nabi Ismail. Nah, pernahkah kita memikirkan bagaimana kondisi psikologis mereka pada detik detik jelang penggorokan mereka? Terketukkah hati kita saat berjalan dan melihat para domba siap jual dalam tatapan nanar bin linglung di pinggiran jalan? Kasihan nggak? Kalau nggak ya akurapopo.

Sudah saatnya hati kita tergerak untuk bertindak. Ini semua tidak bisa dibiarkan karena pada dasarnya domba ialah sekelas manusia. Mereka memiliki hati yang lembut dan meski nyawa mereka akan berujung pada sepiring sate atau tongseng, setidaknya kita harus memberi mereka apresiasi. Melalui apa, Sobat Tersayang saya?

SEKOLAH DOMBA

Jika kita telah mendengar Sekolah Rimba, ini sangat mirip namun objeknya domba. Ide pokoknya adalah mempersiapkan ajal para domba dengan sangat mewah sehingga mereka rela dan dagingnya lezat karena Tuhan rida. Tahu sendiri kan kalau saat penyembelihan banyak domba yang meronta ronta? Itu harus kita STOP!

Bagaimana Sekolah Domba itu?

1. Sebulan sebelum proses penyembelihan, para domba dipersilakan masuk tempat nyaman dengan asupan rumput berkualitas wahid.

2. Ada pendampingan tiga ahli; dokter umum. Ya, dokter manusia! Saya selalu menganggap dokter hewan tidak pantas mendampingi karena dokter manusia lebih akan memanusiakan domba.
Kedua, psikolog. Peran psikolog sangat penting dalam hal ini. Domba yang stres maupun depresi akan diberikan wejangan yang menenangkan oleh psikolog. Bukankah kematian musti kita jemput dengan jiwa yang lapang? Begitu juga dengan domba!
Ketiga, ekonom. Harga domba yang seperti jungkat jungkit harus dijelaskan pada domba. Jangan sampai tidak ada kesepakatan antar pihak domba, pengurban, dan algojo. Kan tidak elok kalau pas disembelih domba protes "Sori, Dab! Regane ra cocok! Harganya tidak cocok!". Ekonom berkewajiban menenangkan domba dari sisi ekonomi.

3. Pihak pengurban musti membesuk domba tiap tiga hari sekali. Akad pembelian tidak boleh mendadak tapi minimal satu bulan agar ada ikatan batin antara domba dan pengurban. Ini kita lakukan agar domba yang sudah wafat akan melakukan lobi pada Mahkamah Langit dengan ikhlas dan all out!

Sekolah Domba adalah keniscayaan yang mendesak karena kondisi negeri yang genting. Tidak perlu Perppu sih? Peraturan Perdombaan Pualing Top. Praktikan saja ide ini dan raih hasil maksimal dengan prosedur yang telah saya sebutkan di atas. Selamat Hari Raya Kurban!

Salam santun!

Tidak ada komentar