Header Ads

LEPAS STANG


Sepeda dulu menunjukkan status sosial. Ukurannya sepedi jengki waktu itu. Siapa yang punya dan memakainya, wuih .... gagahnya nggak ketulungan. Ada juga yang lebih suka memiliki BMX. Ia akan dianggap trendi sama teman temannya. Masa kanak kanak kami penuh dengan warna tentang sepeda. Ke sekolah bareng naik sepeda. Mengaji, sepeda pula. Sepeda ialah sahabat kami yang terbaik.

Saya sering nyinyir pada generasi sekarang yang lebih merasa jumawa dengan motornya yang berganti ganti. Sebenarnya tidak boleh sih menganggap rendah pengendara sepeda motor. Tapi, yakinlah, jika kami para pesepeda dulu lebih menghargai tubuh yang Tuhan berikan pada kami.

★ Kaki mengayuh sekuat tenaga menuju sekolah menyusuri sawah yang hijau tanpa pernah telat.
★ Mata kami terlatih fokus dengan berhati hati di jalan sembara menikmati panorama dan bersiul siul sepanjang jalan.
★Tangan kami pula terdidik untuk melakukan harmonisasi dengan kaki yang bekerja keras dengan keringat yang mengucur deras.

Ups, kebetulan saya punya cerita tentang tangan!

Kebiasaan kami waktu kecil sering melakukan eksperimen. Kami biarpun orang kampung selalu berpikir diri kami ilmuwan yang suatu saat meledakkan pemikiran manusia di Bumi. Kelak, kami mencengangkan dunia dengan penemuan kami. Dan, ala kadar yang kami lakukan adalah memacu sepeda dengan tangan terlepas.

Sungguh ini kesenangan kami yang tak dapat terkatakan. Setelah saya dewasa, baru tahu jika mengendarai kencang sepeda dengan tangan tak lagi di stang ialah pelajaran Fisika tentang keseimbangan. Wah, mantap bukan?

Namun, ibu ibu kami sering marah marah kalau tahu kami lepas stang pas bersepeda. Kata mereka itu berbahaya. Tapi, kami tahu kok batas keselamatan akan terancam. Pun kami terus mempraktikan tindakan akrobatik ini.

Paling penting, praktik, praktik, dan praktik. Semua akan seimbang dengan sempurna untuk mengerem bawelnya ibu ibu kami.

Tidak ada komentar