Header Ads

PEMUSNAHAN BARANG BUKTI yang GANJIL

'Dildo, Dan .... Ada dildo, Dan .... Ngeri!' seru Sari lewat telepon yang saya dengar antara dia panik, heboh, dan suka.

'Ada apa to?' tanya saya sembari membayangkan sebuah toko seks yang mengadakan obral tepat jam 12 malam dan dipenuhi sesak para peminat yang haus mainan ajaib itu.

Sari mengatakan jika ia tengah berada di acara pemusnahan barang bukti tindak miras, penjualan alat seks, oleh aparat kepolisian. Di situ juga hadir kejaksaan, pemuka agama, wartawan, dan masyarakat yang tak kalah penasaran sama Sari.

'Kau kemarilah, Dan!' perintah Sari.

'Buat mungut dildo?' ucap saya menekan. 'Ah, kuno! Kaya begitu sudah nggak tren. Sekarang waktunya pakai kolom beton!'

'Edan kamu, Dan?!'

Sari melaporkan pandangan matanya langsung pada saya. Ini karena nomor HP kami sama jadi murah. Kami teman SMA yang masih akrab sampai sekarang. Sari selalu memberi saya makanan, memanggil saya jika ada kelebihan makanan di rumahnya, sedangkan saya pelit padanya. Anehnya, Sari tetap saja mau berteman dengan saya tahu saya perhitungan terhadap segala hal.

'Dan, wartawan nutupin aku sekarang!' kembali Sari berteriak.

'Itu takdirmu punya tubuh pendek. Terima saja. Toh kamu bisa nyopet mereka manfaatin kesibukan mereka jeprat jepret!'

Sari mengumpat lagi pada saya. Jujur, saya suka mem-bully dia bukan karena saya ingin menghancurkan mental dirinya. Tapi, dengan bully setidaknya saya memberi pelajaran jika membully adalah menyakitkan. Ia akan meneruskan pemikiran saya ke anak anak didiknya. Sari seorang guru. Bukan guru seksi yang berrok mini sampai selangkangannya tampak kalau dudu, melainkan guru bergamis khas Libya mirip Muammar Ghadafi gayanya.

***

Ada yang aneh dengan acara pemusnahan barang bukti ini. Bonbin Gembira Loka ditunjuk sebagai tempatnya. Apakah aparat kepolisian ingin memberi hiburan bagi binatang penghuni bonbin?

'Ah kau, Dan ... Dan! Selalu mikir negatip.' Sari tak setuju dengan pendapat saya. 'Wong masyarakat juga ada banyak kok di sini.'

'Ini masalah sasaran, Sar.' bela saya. 'Kalau mau efek jera timbul, lakukan di mal!'

'Itu malah orang orangan mal, penyuka dingin buatan AC, berebut dong ....'

'Mereka begitu kan? Buas kalau hal hal begitu!'

Kami ngakak bersama. Saya dengar lamat lamat pengumuman lewat mic jika panitia sudah membakar barang bukti. Sari merasakan bau menusuk hidungnya.

'Nah, itu polisi mengajari para binatang Gembira Loka untuk mencicipi miras. Bikin mereka mabuk! Polisi cerdas ....' seru saya.

'Asyik baunya, Dan! Fly ....' jawab Sari.

'Itulah uniknya kita. Pemusnahan barang bukti sekalian acara merasai efek miras lewat baunya.'

Saya lantas berkipir jika saya Kapolda DIY, kasus seperti ini tidak perlu diekspos sedemikian rupa. Biasa saja lah. Prostitusi sudah ada sejak zaman dulu dan selayaknya mainan semacam dildo dan sebangsanya dilegalkan. Juga miras musti dipromosikan ke sekolah sekolah mulai TK dan dikatakan sebagai minuman surga. Jadi masyarakat sudah membiasakan dengan ha seperti ini dan akhirnya bosan. Orang berhasrat untuk membeli karena mereka penasaran saja.

'Dan, Dan .... kau melamun?' tanya Sari. 'Sini cepat ke sini! Dildonya meleleh dengan fantastis oleh api yang berkobar kobar!'

Dildo lagi ....

Tidak ada komentar