Header Ads

Mereka yang Istiqomah di Tengah Gempuran Digital


Aku menyebut mereka Para Pendekar Buku. Kadang aku kasihan sama mereka. Menaruh kasih sekaligus iba pada mereka yang tetap istiqomah di jalur buku. Sementara aku, PUIH .... menganggap buku adalah benda busuk yang merusak otak.

Bagaimana tidak aku beranggapan seperti itu? Buku? Mari tertawa beramai ramai sampai perut kencang. Bisa kita buktikan di mal, kafe, atau bar. Apa ada di antara pengunjungnya menenteng buku, duduk, memanggil pelayan, lalu membuka buku dan membaca dengan takzim? Tidak kan? Mereka para penikmat duniawi, kalau boleh aku berpikir garis keras laiknya FPI atau minimal Satpol PP, cenderung memilih berjoget, menenggak minuman keras, berujung mabuk.

'Astaghfirullah.' Kuucapkan berkali kali permohonan ampunan ke Allah sambil kuelus pantatku bukan dadaku.

'Ada apa lagi, Danie?' tanya Baron yang terganggu konsentrasinya menyimak para penggawa buku Jogjakarta beradu argumen bagaimana menyemarakkan lagi dunia buku.

Seperti biasa, aku tak terbiasa berbicara dan lebih suka menuliskan apa yang ada di pikiranku. Lewat kertas, tisu, daun, kardus, gaun ibu ibu yang lewat di hadapanku, apapun. Kukeluarkan kertas dari tasku. Kumenulis:

'Baron. Apa mereka di hadapan kita alien, ya?'

Baron tahu kegemaranku, meminta kertas dan penaku, dan membalas pula lewat menulis. 

'Kok bisa?'

Aku berpikir sebentar. 'Mereka bicara gimana bikin buku jadi raja di Bumi. Mengalahkan alat alat digital, tab, BB, Android. Ya, nggak masalah sih. Patut kita apresiasi. Tapi, bahasa mereka itu lo ....'

'Itu karena kau bukan pencinta buku, Dan!'

'Sialan, KAU!'

Pun aku larut dalam diskusi "Masa Depan Dunia Buku" di Rumah Budaya Emha. Pikiranku melesat ke antariksa, samudera, ke mana mana. Bertanya, 'Mungkinkah buku bertahan? Dan para alien, Pendekar Buku, di depanku binasa setelah diskusi ini?'

______________________
Mari mengobrol di teras www.rumahdanie.blogspot.com

Tidak ada komentar