Header Ads

Menyusuri Pantai Indah Memesona Menculek Mata

Aku melangkah menyusuri pantai. Jemari kakiku merasakan hangatnya pasir laut. Matahari menerpa bajuku hingga menari-nari menyambut cahayanya. Rambutku pun ikut larut dalam suasana ini. Hatiku baru pertama kali menemukan kedamaian. Di pantai ini.

            Burung-burung pantai belum kulihat. Mereka masih malu-malu dan lebih memilih berada di sarang bersama bundanya. Hanya kaokan lirih yang kudengar dari kejauhan. Mungkin ia adalah ayah seekor burung nuri kecil yang sedang mencari makan. Untuk anak kecilnya yang bangun terlalu pagi.

            Debur ombak menambah rasa sukaku kepada alam yang selama ini hanya kubayangkan saja. Himpitan kota membuat aku lupa bahwa sesungguhnya diriku berasal dari alam. Dan kini kutemui ranjang hidup sejatiku. Pantai, aku anak pantai yang lupa. Sombong dengan harga diri yang mulai terangkat. Naik ke daratan menemui orang-orang besar, mengaku orang beradab. Hidup dalam naungan beton berisi besi ulir.

            Mentari memantul di hamparan air asin. Mengilat dan menawarkan suasana baru. Bukan tembok, bukan pula tumpukan kertas. Angin makin manja bergelayut di pundakku, tak sama dengan kipas angin atau pendingin ruangan. Rasa ini benar-benar beda dan merayap menuju hatiku. Mencair di dalamnya. Aku luluh oleh alam. Kehidupan masa kecilku.

            “Ananda, jika kau besar, apa yang ingin kaumiliki?” ibuku pernah bertanya seperti itu.

            “Aku ingin punya mobil besar, Mak. Biar Emak dan Bapak bisa naik bersamaku. Kita lihat laut dari atas sana.” Aku menunjuk tebing tinggi.

            Emak, aku kehilangan dirimu di saat aku telah memiliki dunia ini. Kau belum sempat merasakan indahnya hidup yang bergelimang uang. Bapak pun menyusulmu. Aku berharap kalian bersama menyusuri pantai lain di alam sana. Doaku semoga surga yang kalian tuju. Bukan neraka yang sering diujarkan oleh guru-guruku. Aku tak rela budi baik kalian tak terhitung di atas sana. Jika timbangan itu kurang sedikit, aku rela menyerahkan nyawaku dan ibadah yang kulakukan agar kalian masuk surga. Dan biarlah aku memulai hidup dari titik terkecil, mengejarmu di surga.

            Kulihat kepiting berjalan di depanku. Japitnya mencuat ke atas seakan memberiku salam. Salam yang sering kulihat di waktu kecil. Kuturunkan tubuhku dan kutatap mata sipit sang kepiting. Ia tersenyum kepadaku, dan lari kencang menyembunyikan hatinya. Masa kecilku yang terputus. Aku merindukannya datang kembali.

            Suara-suara kecil kudengar. Tak putus dan dekat di hatiku. Kedua anakku berlarian bersama ibu mereka. Menujuku.

Tidak ada komentar