Paman Penyemir Sepatu di Antara Shalat Jumat
Tukang semir di shalat Jumat. Ia bagiku tadi lebih menarik ketimbang
pengkhotbah yang berbusa busa mencuci otak hadirin buat makin berbuat
baik.
Si mas tukang semir berjaket jins dengan kemeja batiknya
yang blawus warnanya. Ia menata nata sepatu hitam tanpa meminta izin
para pemilik mereka lalu menyemir dengan asyiknya.
"Dia orang marketing hebat!" seruku dalam hati. "Dengan terselubung, dia memaksa orang buat bayar."
Kulongokkan kepala di antara badan para jamaah, kulihat lima puluh
pasang sepatu? Atau lebih? Wah, kalau saja separuh pemilik mereka kasih
uang dua ribu rupiah, lima puluh ribu ia kantongi. Lumayan buat makan
siang.
"Sepatuku disemir!" seruku dalam khayalku sembari mendoakan si penyemir sepatu segera jadi pengusaha kaya raya.
Kotak amal berputar yang sudah ada di depan kutepis. Aku minta time out
sama Allah untuk lebih memilih beramal pada Tukang Semir Sepatu.
Lima ribu rupiah, harga yang pantas atas kerja kerasnya.
Sumber gambar:
ervakurniawan.wordpress.com
"Dia orang marketing hebat!" seruku dalam hati. "Dengan terselubung, dia memaksa orang buat bayar."
Kulongokkan kepala di antara badan para jamaah, kulihat lima puluh pasang sepatu? Atau lebih? Wah, kalau saja separuh pemilik mereka kasih uang dua ribu rupiah, lima puluh ribu ia kantongi. Lumayan buat makan siang.
"Sepatuku disemir!" seruku dalam khayalku sembari mendoakan si penyemir sepatu segera jadi pengusaha kaya raya.
Kotak amal berputar yang sudah ada di depan kutepis. Aku minta time out sama Allah untuk lebih memilih beramal pada Tukang Semir Sepatu.
Lima ribu rupiah, harga yang pantas atas kerja kerasnya.
ervakurniawan.wordpress.com
Post a Comment