Header Ads

Ahmad sang Pengusaha Muda Mandiri

Dia berkata, 'memulai usaha ini, sangat berat'.
Lantas aku berpikir: 'Ada apa dia berkata seperti itu?'
Tak biasanya dia berucap apatis. Kumengenal Ahmad dari kecil. Main bersama, ibu dan ayahnya sangat aku kenal. Setiap hari bersekolah bareng. Dan luar dalam aku tahu dirinya sebagai orang yang pantang menyerah. Juga apa adanya. Jika ada masalah, tak pernah melupakanku sebagai sobat paling kentalnya untuk sekadar bertukar pikiran. Lalu, mengapa semangat temanku yang satu itu seakan meluap dibawa angin? Ini harus dicari tahu. Apa yang tengah sobatku pikirkan?

***

'Kau tahu Mad? Si cantik yang kita suka di waktu kecil, sekarang kerja di kota kita.' aku memancing.
'Oh ya? Mila kau maksud?' ia bertanya. Wajahnya tampak kebingungan.
'Iya. Mila. Gadis kelas sebelah. Lulus kuliah, dia balik kampung.'
'Kenapa dia tidak ke Jakarta?'
Aku menjawab, 'Wah, aku ndak tahu. Mau bangun kampung mungkin ya.'

Lalu bercerita ini itu. Membandingkan si Mila, Bunga, atau Desi. Pelan pelan, percakapanku dengan Madi cair. Setelah tadi raut muka Madi semrawut.
Kami berdua masih di kampung. Dari dulu anak kampung. Sekarang aroma tubuh kami, kampung. Tetap kampung. Tak bersekolah tinggi. Hanya sampai SMA. Membantu usaha bapak ibu kami, seadanya.  Dan umur kami mulai bertambah. Teruslah kami berpikir agar berhasil lebih dari keluarga kami. Dan, Madi selangkah lebih maju. Dia memulai usaha: beternak ayam. Aku belum ada ide karena masih sibuk membantu pekerjaan bapak dan ibu.

'Mad, kau sebut usaha itu susah?' aku mulai ke inti permasalahan.
'Ya, berat Di.'
'Kenapa bisa begitu?' tanyaku.
'Ya kau tahu sendiri. Bapak ibuku orang biasa. Tidak kaya.'
'Aku pun begitu Mad.'
'Kita sama Di. Cuma, aku belum cerita ke kamu.'
Aku kaget. 'Cerita apa Mad?'
'Bapak ibuku dibohongi tengkulak. Mereka terjerat utang.'
'Oh begitu Mad?' Aku menahan untuk bertanya lebih dalam. Membiarkan ia menjelaskan dengan sendirinya.
'Pontang panting kami mulai usaha baru. Ternak ayam dari modal seadanya.'
'Ndak papa Mad. Jalani saja,' aku memberi masukan. 'Aku juga nanti kaya kamu. Usaha sendiri. Dan ceritamu membuat kita lebih hati hati.'
'Iya Di. Harus.'
'Tapi sekarang kamu masih semangat kan Mad?'
'Masih dong.'
'Nah gitu. Itu sobatku namanya.'
'Eh Di?'
'Apa Mad?'
'Kamu mau usaha apa?' tanyanya.
'Jualan bedak. Ibu ibu dan remaja putri pasti butuh. Kayanya cepat nanti.'
'Wah ide bagus tuh.'
'Pasti. Kita semarakkan dunia ini. Dengan berjualan.'

Ahmad sekarang kembali seperti ia yang dahulu. Bersemangat.

Meribut di www.andhysmarty.multiply.com






Tidak ada komentar