Header Ads

Imperium Dunia Ngapak

Rara berubah aksen. Menjadi ngapak. Serasa jiwa ini disambar petir. Bagaimana jika ia besar nanti, dan kembali lagi ke kampung halaman Uti dan Kungnya di Yogya. Sejujurnya, saya dan suami merasa malu. Di Gombong inilah kisah kami dimulai. Pelajaran dari seorang Rara, si kecil yang kami sayangi. Yang ke sana kemari sering kami ajak, seperti nomaden, mengikuti Mama dan Papanya berburu proyek.

'Mama kok jarang di rumah?' Rara pernah berucap langsung kepada saya. Seakan ini kalimat protes yang ia layangkan kepada saya dan suami.

Saya mengakui, dunia proyek membuat saya dan suami terpisah. Gombong dan Yogya. Bersyukur suami sudah mengajar, diangkat menjadi PNS, di Universitas Dunia Ngapak. Namun beberapa waktu yang lalu masih harus menyelesaikan sisa proyek di Yogyakarta. Saya mengajar pula, namun masih di universitas universitas kecil di kota kelahiran saya, Yogyakarta. Dan sekarang keputusan sudah kami ambil: Saya ikut bersama suami. Meski harus meninggalkan pekerjaan di Yogyakarta, proyek yang sebetulnya menghasilkan uang banyak bagi kami. Tapi, keluarga tetap harus menjadi nomor satu. Toh, proyek jarak jauh masih bisa dikerjakan. Baiklah, Gombong kami akan menjadi bagianmu.

Pertanyaan Rara yang menagih kehadiran saya ibunya untuk selalu di sampingnya terjawab sudah. Saya bisa setiap saat berada di dekatnya. Mengamati setiap tumbuh kembang yang ada padanya. Atau jika Rara sakit, saya akan menjaganya. Mengusap keningnya yang cenong dengan telapak tangan saya. Agar Papanya di kantor tenang berkarya.

Rara setelah berada di kota barunya wajahnya berbinar. Ia menemukan teman teman baru, yang sepertinya mereka sangat akrab. Sifat Rara yang dahulu menjaga jarak dengan temannya, berangsur hilang. Saya membiarkan ia bergabung bersama kumpulan teman bermain di dekat rumah kontrakan kami.

Ah terlalu serius. Ganti sudut pandang ....





Tidak ada komentar