Mendesain Jaket Penunjuk Identitas Diri
Merancang jaket. Mendesain memunculkan bakat yang terpendam. Menunjukkan jika saya mampu untuk berbuat, setidaknya dengan menggambar desain jaket. Bukan bangunan. Inilah ketrampilan lain yang ada pada diri saya. Yang hanya sedikit mahasiswa teknik mampu melakukannya.
Menorehkan garis garis yang bukan simbol dari tembok.
Membuat kotak saku jaket, tidak kolom bangunan tahan gempa bumi.
Atau, lingkaran kecil menunjukkan letak kancing.
Memulas, memberi warna merah maroon, hijau, atau kelabu, agar jaket terkesan gaul, berbeda dengan jaket angkatan lain.
'Hai, lihat. Ini jaket kami. Jati diri kami!'
Lalu kami berteriak, mengumbar jika kamilah satu satunya yang memiliki karakter. Terunggul. Dibandingkan dengan sekumpulan mahasiswa di kelas sebelah.
Voting. Menentukan warna, letak lambang Universitas, dan tulisan yang akan ditonjolkan di sudut sudut paling bisa dilihat oleh orang ter minus sekalipun.
Menyerap demokrasi ala pemimpin pusat, menyatukan tekad untuk berlari, mengejar mimpi. Bahwa kesatuan berpendapat adalah mutlak, meski mengenyahkan pribadi yang ingin berkata lain. Memberangusnya untuk sekadar takluk akan pilihan dari para pemilih terbesar. Demokrasi kelas kami, demokrasi para pembohong, yang mengutamakan kepentingan diri sendiri. Tak berpikir untuk kemajuan kelompok. Apakah ini yang dinamakan kaliber intelek kelas master?
Tidak sekali sekali.
Mendesain, yang saya rencanakan, tidak hanya jaket. Lebih dari itu. Jaket cukup sebagai penghangat di waktu hujan. Dipakai di acara acara resmi biar orang pada tunduk takzim. Tapi, oh Tuhan, mengapa orang yang dipercaya menjadi calon pemimpin, bersekolah tinggi tinggi, berhenti di suatu pemikiran untuk mendesain jaket? Tak tertarikkah mereka dengan cita cita membangun perusahaan bersama yang akan mempekerjakan banyan anak bangsa.
Dan ini: Jaket. Yang akan dipamerkan ke seluruh anak bangsa. ANAK BANGSA. Mempertontonkannya ke sanak saudara di kampung. Bahwa saya telah bersekolah dengan pantas di Kota Impian.
Agaknya, saya harus menerima tantangan mendesain jaket dengan tanpa berpikir. Tanpa mempertimbangkan apakah ini pekerjaan temeh. Dan melupakan tugas mulia lain: Ikut membangun bangsa. Mungkin terasa ganjil, tapi begitulah adanya. Di luar menerima atau tidak, pemikiran saya.
Membuat jaket tak ubahnya menutupi karakter diri yang belum matang.
-------Tapi saya menghargai niat baik Membuat Jaket----------
Post a Comment