Header Ads

Memahami Perasaan Kuda Kepadaku

Kuda rasa kumenunggang dengan kaki terangkat. Meninggalkan rerumputan kuning bekas pijak tak berperekat. Meringkik mendahului si pemilik suara bersurai lebat. Kurapatkan kanan kiri kaki menggebuk perut kuda. Terdiam, lirikan mata kuda sebelah kanan dengan kaca penghias tampak. Menunggu waktu menanti lengahku sampai ia memacu tiba tiba. Dan aku terjengkang, menurut impian si kuda bersurai lebat. Aku waspada, kupermainkan dirinya. Binatang dan manusia berbeda segalanya. Tak ada persamaan. Ia lebih unggul dalam tenaga tanpa pengaturan. Akulah pengelolanya, pemberi makan, perawat, pemacu, dan segalanya. Tapi, bukankah kini aku telah menjadi hamba kuda yang kupiara. Oh, aku bukan manusia utuh. Kudaku bukan binatang sepenuhnya. Tuhan Maha Adil hingga tak memungkinkan aku dan kuda mengikrarkan sumpah pernikahan. Hanya izin saling melengkapi, tidak berakhir di pelaminan.

Kuda, aku, mencoba saling memahami.

Tidak ada komentar