Header Ads

Masjid Demak, Episode 2 (Seri Pelancong Gendong)

Demak sudah di depan hidung. Kelok kali berwana cokelat dan sawah menguning menyambutku. Demak tempo doeloe pasti terkenal sebagai lumbung beras. Aku hanya mengira saja. Pelajaran Sejarah selalu kubenci, meskipun sekarang aku mencoba mencinta, karena tuntutan profesi. Aku guru balet yang selalu membutuhkan inspirasi. Lembutnya perilaku, tak berangasan, mutlak kulatih dari menaiknya kadar pelanconganku. Ini tak ubahnya bentuk penebusan dosaku karena pernah menantang guru sejarah.
Ah Pak, sejarah itu benda mati. Tak hidup. Apa kita tahu benar tidaknya?
Andhy, kenapa kau bilang begitu? Ini sejarah, setengah kitab suci!
Bergetar seisi kelas. Tak kusangka seorang guru sejarah bisa berubah menjadi ustaz.
Sejak saat itu hatiku tak berpihak kepada sejarah. Syukur, segala profesi di negeri ini tidak menuntut kecakapan menghapal nama dan terjadinya peristiwa.
Andhy, siapa pendiri Kerajaan Demak?
Mataku berkunang kunang.
Pak, saya minta izin ke ruang BP. Masuk angin Pak.
Ya sudah, istirahatlah.
Sejarah Demak bisa kuakali, aku menghindar dari kewajiban mengetahui siapa pendiri Demak.

Selain balet, aku suka berpuisi.
Patah hatiku di kala kau jongkok di bibir jurang
Mengirim salam cinta kepada jin penunggu kawah.
Lebih alami dan tak basa basi.

Kerumunan orang sudah tampak dari kejauhan. Aku memasuki masjid Demak. Bersambung

Tidak ada komentar