Header Ads

Menggagas Apartemen Mewah untuk Korban Lumpur Lapindo

Hamparan sawah telah berganti gedung. Mentari redup dan digantikan pemanas ruangan. Kicau burung berubah menjadi alunan merdu musik. Suasana hati buram mendekam di sudut kamar. Bumi menjadi sempit dan tak bersahabat lagi. Mimpi-mimpi pudar seiring kesombongan yang meradang. Melupakan hakikat diri yang seharusnya menyatu. Berdampingan dengan alam.

            Aku merindukan suasana yang membuatku lebih hidup. Bukan seperti sekarang, yang bagaikan balon udara. Membumbung tinggi menembus awan, namun rentan embusan angin dan ringkih oleh panas mentari. Meledak sewaktu-waktu. Itulah kita, yang selalu terombang-ambing oleh ketidakpercayaan terhadap diri kita sendiri. Angin ke barat, tubuh mengikuti. Angin ke timur, tak tinggal diam untuk bersama. Tak mempunyai jiwa. Tubuh yang kosong tak bernalar.

            Rindunesia seakan menjadi hamparan sawah yang subur. Subur oleh kemunafikan. Penuh dengan pohon-pohon kebinatangan. Tak pernah lepas dari permasalahan yang sebetulnya kekanak-kanakan. Aku berada di dalamnya. Aku salah satu contohnya. Aku jiwa-jiwa yang gontai itu. Yang tak mempunyai pendirian. Menganggap diri paling utama. Meredupkan cahaya insan lain. Terkubur oleh kesombongan yang tak pernah hilang. Aku, kau, kami, kita, dan mereka. Semua pendirian menjadi satu. Atau hanya satu pendiriankah? Aku tak mengerti.

            Aku memimpikan Rindunesia ....

Tidak ada komentar