Header Ads

Generasi Anti-Perang Rindunesia teh Kamana we?

Damai bumi masih maya. Ditutupi oleh awan perang. Membumbung tinggi menahan laju cahaya mentari. Menimbulkan awan gelap yang mendukung kegundahan hati. Tertekan oleh moncong mesin-mesin penamat kehidupan. Perang menimbulkan bencana mengerikan, yang tak pernah dapat hilang hingga berturun-turun generasi. Mendarah daging dan terus saja menanamkan kecurigaan antar sesama. Semua terbelit perasaan saling memusuhi. Alat penghancur kemanusiaan dihasilkan mulai dari sang bayi berada di kandungan ibunya.

            Mengapa perang terus berlangsung? Apakah ini sebuah jalan sehingga jumlah manusia di bumi tidak membengkak? Agar bumi tidak meledak oleh banyaknya manusia yang berhimpit. Dan jalan keseimbangan itu bernama perang? Tak jelas dan tak pernah ada teori yang bisa menjawab semua pertanyaan dungu itu. Tak perlu dijawab dan tak perlu terlalu dipikirkan. Yang pasti, perang memang bukan anugerah yang diberikan Tuhan. Bunuh-membunuh semata-mata hasil budaya manusia. Tuhan tidak bisa dipersalahkan karena Dia Maha Baik. Kita disuruh belajar memahami sesama. Dan kita diminta mempelajari sendiri semua hal.

            Perang tak akan pernah hilang di muka bumi, itu sudah pasti. Namun kita juga berkewajiban untuk memberikan sedikit sumbangsih penahan kencangnya perang. Dari kita sendiri. Tumbuhkanlah sikap anti perang dan saling memusuhi. Hidup di bumi Tuhan tidak boleh saling menunjukkan taji. Masing-masing orang berhak menilai kebesaran Tuhan dari rasa mereka sendiri. Dan tak boleh salah satu pihak memaksa sudut pandangnya kepada orang lain. Tuhan akan murka sewaktu-waktu. Melalui teguran-teguranNya yang tak akan mungkin bisa kita prediksi.

            Membayangkan dunia yang bebas dari perang. Semoga Tuhan membantu orang-orang yang berjuang mengabdikan dirinya ke dalam sebuah sekolah yang bernama “ANTI PERANG”.

Tidak ada komentar