Header Ads

Taj Mahal Ala Cimareme

Tak seperti biasa, malam ini aku tak memanggil satu orang perempuan pun. Tak ingin rasanya berhenti membayangkan perempuan budak dari Persia itu. Tengah apakah dia sekarang? Memikirkanku juga? Ataukah dia hanya diam termenung karena jauh dari kampung halamannya? Aku ingin sekali bertanya kepadanya agar kekalutan hatiku mereda. Oh, mengapa kini hanya dia yang mengisi hatiku hingga sejuta perempuan lain terasa hambar. Hanya perempuan itu yang menggeliat dalam hatiku, memenuhi seluruh aliran darahku, dan memancangkan dirinya di otakku. Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi.

            Apakah ini sebuah karma yang sedang kujalani di saat beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang kubunuh. Kuambil nyawa mereka demi keangkuhanku untuk melebarkan sayap kekuasaanku. Dan aku dipertemukan oleh Sang Dewa Agung dengan pelayan dari kasta rendah, berasal dari negeri remeh temeh Persia. Dunia akan berkata apa jika aku mengambil perempuan itu menjadi pujaan hatiku. Seorang maharaja mencintai budak hadiah perdamaian. Bayang-bayang akan celotehan dunia mengumpul dan menjadikanku ragu. Alam logikaku tak menerima perempuan itu, namun hatiku berkata lain. Kasta tinggalah kasta, dan hati bercerita lain. Aku mulai terpesona oleh perempuan itu.

            Aku diam di kamarku sendirian. Tak kuizinkan pembantu setia pun untuk mengunjungiku. Lemas memikirkan wajah kemuning perempuan Persia itu, aku terlentang memikirkan bagaimana cara agar berita percintaan ini tak lepas dari tembok kerajaan. Aku masih malu jika orang tahu bahwa seorang raja mencintai budak.

            “Dewa, kali ini izinkan aku untuk mencintai perempuan itu. Mencederai hukum Hindustan. Biarkanlah diriku membalutkan hati kepada perempuan dari kasta rendah itu. Hati kecilku merasa dialah jawaban atas semua mimpi-mimpi yang Kau berikan. Dewa, aku yakin Kau telah mengirimkan dia untuk menjadi penawar hatiku yang bebal. Membunuh manusia tanpa alasan dan hanya ingin melebihkan kuasa. Bersamanya, diriku merasa mampu menjalani hidup sesungguhnya. Meredam emosiku dan menjalankan pemerintahanku dengan lebih bijaksana.”

            Sang Raja melamun tak tentu arah. Angin malam berembus menembus tirai jendela. Dinginnya semakin membekukan hati Raja. Malam pun menyalurkan kegelapannya ke mata Sang Raja. Mengajaknya semakin masuk ke dalam alam mimpi. Menemui budak Persia yang sepanjang hari terus saja mempermainkan hatinya.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar