Header Ads

Bangsa ini Tidak Butuh Persatuan

    Rindunesia apa kabarmu? Aku masih terus mengamatimu. Walaupun aku sekarang di Melbourne, sepak terjangmu terus kupantau. Bukan apa-apa, tapi setidaknya aku masih memiliki rasa cinta terhadap tanah air yang telah membesarkanku. Australia memang telah menjadi tempat tinggalku, namun hatiku masih tertinggal di Rindunesia.
  
100 tahun kebangkitan nasional itu?
   Agak risih juga melihat mengapa sahabat-sahabatku masih berpikir untuk menyatukan diri. Mengapa mereka selalu dipusingkan dengan konsep negara yang harus bersatu? Selalu bergulat dengan ajakan dan himbauan untuk bersatu. Tak pernah ke luar dari kotak yang menurutku membuat picik dan tak realistis. Rindunesia menurutku masih sebuah bangsa yang sakit dan anehnya hanya bisa merintih.
   Australia memang tidak lebih baik daripada Rindunesia.
   Aku lalu teringat dengan pidato guru-guruku di sekolah Rindunesia.
   "Kita adalah rumpun melayu."
   Kemudian aku bertanya, aku orang Jawa bukan Melayu. Entah aku tak menguasai ilmu antropologi. Tapi setidaknya batinku mengatakan bahwa aku bukan orang Melayu. Berharap ini bukanlah sebuah ucapan rasis, aku bertanya mengapa aku harus dimasukkan ke dalam rumpun Melayu? Berawal dari sini, aku menganggap sebuah persatuan adalah hal yang sudah tidak relevan terhadap kondisi bangsa ini.
   Sudah lupakan saja bahwa kita satu. Kita jelas berbeda dan berhak untuk menentukan pilihan bagaimana memerankan diri. Menjadi apa, menghasilkan karya apa, yang pasti bukan kata persatuan. Aku dengan tegas menolak konsep berpikir seperti itu.
   Australia hanyalah negeri yang kujadikan pijakan untuk melihat Rindunesia lebih jernih.


9 komentar:

  1. Iya, padahal jargon yang kerap digembar-gemborkan adalah "Perbedaan Adalah Rahmat", "Perbedaan Itu Indah".... Nyatanya kita dipaksa untuk bersatu dan menafikan perbedaan.....

    Terus terang, aku juga muak dipanggil "Batak".

    BalasHapus
  2. Aku rasa memang bangsa ini benar-benar harus mengubah pola pikir. Kita sudah terlalu lama diberi "makanan" basi!
    Bagaimana bisa bersaing dengan negeri lain? Mengurus diri sendiri saja masih "trial error". Ya jadinya, kita error semua ...
    Ah biarlah begini ... Toh mimpi menjadi WNA masih terus kubumbungkan.

    BalasHapus
  3. Hiyaaaaaaa aku juga pengen ganti kewarganegaraan!!!

    BalasHapus
  4. oh dasar
    kita memang soulmate!
    ikutan superseleb show yuk
    ntar ketawa sampai subuh

    BalasHapus
  5. Ayuuuuukkkk sekali-sekali pengen masyuk tipi hihihi.... Tapi kita jangan pake setelan topeng monyet yach, ntar dikirain orang kok ada topeng monyet tapi ga ada pawangnya, dua-duanya monyet.... Wakakakaaaaa.....

    BalasHapus
  6. Maaf ya, aku bukan topeng monyet.
    Aku putra duyung yang pusarnya kelihatan
    hahaha ngeyel

    BalasHapus
  7. Bah, kamu bisa masuk Muri tuh..... Museum Romdani Internasional.... Wakakaaaa.....

    BalasHapus
  8. Waduh ini sudah memakai nama asli dehhh ...
    Perkenalkan nama penaku:
    Bentar aku lupa ... yang ada Arab-arabnya gitu looh
    dijamin bukuku lariiiiisss bak celana dalam 10 ribu tiga biji!

    BalasHapus
  9. Nama penamu: Romdani El-Fahri, hiyaaaaaa pasti bukumu lariiiiisss bak kancut dijemur: gak ditawarin pun ada yang nyambar, wahahaaaaa..........

    BalasHapus