Header Ads

Catatan Perjalananku: Samudera Pasifik

Dua lelaki berada di sebuah perahu. Mereka berada di tengah lautan lepas. Hari telah gelap dengan pijaran mentari yang hanya segaris. Belum tampak bulan. Dua lelaki itu tertinggal dari rombongannya. Teman-temannya telah melaju jauh di depan.

            Tak ada kompas, tak ada alat penerang, tak pula air dan makanan di dalam perahu itu. Bimbang harus melakukan apa, kedua lelaki itu termenung. Meratapi bagaimana bisa hal ini terjadi pada m ereka. Malam ini seakan malam penentuan bagi mereka. Mereka telah apatis berada di hamparan laut asin, yang bisa saja merenggut nyawa mereka satu per satu atau bersamaan sekaligus. Tak ada aroma kehidupan di wajah mereka. Mereka tertunduk lesu.

            Malam terus bergulir. Angin malam yang basah dan menusuk tulang, membuat hati kedua lelaki itu mengerut. Semakin tenggelam dalam keputusasaan. Mereka berharap mentari kembali lagi menyapa. Beberapa jam lagi. Namun kedua lelaki itu merasakan malam yang sungguh panjang dan seakan tak pernah berakhir. Yang sewaktu-waktu meminta nyawa mereka; suka tidak suka, rela tidak rela. Mereka harus bersedia menyerahkan.

            Kedua lelaki itu tak saling bertatap muka. Tak mampu lagi mengucapkan barang satu kata. Dalam hati, mereka saling menyalahkan. Tapi buru-buru kedua lelaki itu diam. Tak ingin pertengkaran pecah di tengah lautan sepi. Mereka memutuskan diam seribu bahasa sembari tertunduk. Mereka tertunduk menanti fajar. Menunggu mentari muncul.

Tidak ada komentar