Sebuah Penilaian tentang Karya Sastra
Salam hangat dari sang idola....
Sangat betul apabila kita mempunyai perasaan "merasa" untuk ditonjolkan bahkan dilebih-lebihkan untuk mendapatkan penghargaan dari orang di sekitar kita. Hal ini juga berlaku -dan anehnya mereka dipublikasikan juga mau, huh- pada perempuan dengan bodi seksi lemah gemulai berlagak menyerupai mercu yang menyorot gelapnya lautan hitam (hitam apa biru, aku ga buta warna kok).
Tetap tenang jangan emosi, harap berpegangan kursi karena berahimu menggoyang hati, lelaki juga akan lebih "aku" dengan budaya -bahkan di berbagai belahan dunia, fana maupun ghoib, heheheh- yang menganggap superioritas lelaki adalah patokan norma yang harus diagungkan.
Pepatah negeri antah berantah menyebutkan,"Di balik kesuksesan lelaki, selalu ada (bukan bergentayangan lho) wanita kuat mengiringi langkahnya". Dari panduan informal ini menunjukkan bahwa kesejajaran perempuan dan lelaki adalah keniscayaan, tentunya melalui dialog tentang tawar menawar yang mutualisme.
Sekarang apa gunanya bila kita menggunakan ego secara membabi buta?
Aku tidak menuduh orang perorang sebagai "pemuja ego", akupun dengan sangat sadar masih "merasa" mampu dibandingkan teman-teman. Semua itu dibalut dengan alasan yang macam-macam (inilah saatnya kita belajar mengasah kedewasaan diri) dan kadang terlalu dipaksakan.
Baiklah kita tinggalkan sebentar permasalahan itu, terlalu berat dan biarlah keadaan itu mengalir bagai orang buang hajat yang merasa senang jika keinginan membuang sampah perut terijabahi.
Aku tidak begitu mengerti apakah semua yang aku lakukan dan jalani menurut pendapat lingkungan, tapi berseberangan dengan kerendahan diriku itu tersimpan keyakinan bahwa memang perlu berkaca dari penulis-penulis buku.
Sekarang pola fikirku sedikit aku geser yang dulunya menganggap membaca buku adalah segalanya, menjadikan daripadanya sebagai sarana pendewasaan diri. Jadi "penghambaan buku" sudah tidak relevan diterapkan! Dari buku kita dapat berbincang -dengan tawaran pemikiran pengarang-, berekspresi dan mengasah ketajaman berfikir. Buku adalah sarana, bukan tujuan. Tujuan adalah sepenuhnya tergantung yang membaca.
Memang tak terpungkiri pemikiran pengarang buku yang aku baca sangat mempengaruhi fikir dan ejawantahan yang terbangunkan. Sedikit uraian nama pengarang, jenis karangan, nama buku (jika ingat) dan komentar. Maksudku menganalisis tulisan para pengarang bukan untuk mencari kelemahan masing-masing, akan tetapi belajar daripadanya. Dan aku yakin ini ilmu juga...
Dari Imam Al Ghazali (maafkan jika terlalu angkuh) "Sesungguhnya amalan yang paling baik di dunia ini adalah ilmu".
1. Pramoedya Ananta Toer, The big hero in Asia, salah satu tokoh kontroversial yang pemikiran tajam dan keras -menurut pandangan segelintir orang- namun ketika aku mempelajari tulisan beliau tidak ada yang berbau komunisme. Memang ada sedikit terlintas dari paparan beliau yang tidak menginginkan adanya penyembahan terhadap penguasa. Tapi tidak maslah kan?
'- Tetralogi Pembebasan Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca dan Jejak Langkah), master piece dari sang maestro yang menceritakan Indonesia pada masa perjuangan secara utuh dan cerdas.
Alur pemikiran yang dikemukakan sangat detail dan jujur sangat menohok penguasa, sehingga Beliau menjadi musuh pemerintah saat itu. "Go, Bang Pram!". Tidak hanya karakter Minke saja yang kuat, ada beberapa pendukung cerita yang mempersonifikasikan dirinya dengan baik dan kental. Tokoh Nyai ... (lupa, ibunya Annelis), malah sebenarnya yang membangun jaringan cerita menjadi dalam. Mungkin dilandasi kecintaan Pram terhadap perempuan terutama Ibu, sehingga banyak tulisan beliau yang bercerita tentang perempuan.
Saking senangnya sama buku ini jadi tidak tahu kekurangannya terletak di mana. Yang pasti tetralogi adalah buku yang layak dibaca dan sangat jika ingin melihat Indonesia pada zaman berjuang.
‘- Arus Balik, sebuah Epos maha dahsyat pada zaman Majapahit, tak disangkal lagi cerita rakyat dari awal hingga akhir tak akan mau mata berpisah dari ceritanya. Buku ini mengalir dengan lembut dan tanpa dipaksakan. Kadang aku mikir "Kok bisa nulis buku kayak gini ya?". Dengan membaca buku ini kita akan tahu nusantara "jadul" yang penuh kekayaan sejarah dan perjuangan yang maha dahsyat. Inti dari buku ini adalah keharusan kita untuk menjadi pemain utama dalam percaturan dunia -hidup-, manakala kita hanya sebagai penerima sesuatu maka tamatlah kita. "Dulu sejarah berasal dari Utara ke Selatan, sekarang berbalik dari Selatan ke Utara, akankah kita berpangku tangan dengan keadaan ini?, pemain utama lebih besar bayarannya lebih besar, kenapa mau jadi pemain figuran?". Yang ga bisa aku lupakan adalah cerita saat perang, wah sungguh melebihi film Ben Hur atau Brave Heart.
2. Remi Sylado
Termasuk seorang pengarang sastra pop
Tapi untuk novel Cau Bau
Untuk novel Sam Po Kong, dari awal cerita saya berharap akan mendapatkan cerita tentang Laksamana Ceng Ho dengan utuh dengan tampilan sesosok pahlawan Cina Muslim dengan segala kebesarannya. Tetapi di dalam cerita malahan kurang menonjol karakternya dan lebih menceritakan orang-orang bawahan Ceng Ho. Terkesan Ceng Ho adalah seseorang yang sempurna, padahal yang aku harapkan adalah sisi kemanusiaan yang menonjol tanpa dikurangi dan dibuat-buat. Sehingga tidak berkesan Ceng Ho adalah dewa yang diturunkan di bumi.
Tapi aku harus membaca lebih banyak pemikiran Remi Sylado pada buku-buku Beliau yang belum terbaca, seperti Paris van Java, Bahasa menunjukkan identitas, dsb.
3. KUNTOWIJOYO
Salah satu dosen Fakultas Sejarah dan Antropologi UGM (my Almamater, bukan chauvinisme lho), dengan
Tulisan beliau mengesankan seorang yang religius, humanis dengan nilai falsafah yang tinggi. Kesan yang timbul adalah "Perfect!"
4. DAN BROWN
Penulis kontroversial yang memasuki wilayah agama dengan sangat berani. Bahkan di banyak negara dengan mayoritas beragama Nasrani memberikan harga mati bagi karya Dan Brown. Buku tersebut adalah The Da Vinci Code.
Tak pelak lagi tulisan tersebut menjadi polemik dikarenakan menyinggung simbol-simbol agama yang telah mapan dan memberikan argumen yang membuat para pemeluk agama Nasrani merasa telah ternoda kesucian keyakinan mereka. Dan yang lebih membuat penasaran adalah dalam awal buku disebutkan bahwa semua data dan tempat kejadian adalah orisinal.
Terlepas dari cerita tersebut fiksi, melalui penelitian atau apapun perlu diberikan acungan jempol. Bukan karena aku seorang muslim dengan sedikit diuntungkan dengan buku tersebut, tetapi dikarenakan alur yang dikembangkan sangat sempurna dengan penonjolan pada permainan tebak simbol yang penuh dengan kejutan. Kita merasa mengalami sendiri kejadian di cerita tersebut. Wawasan kita jadi bertambah masuk ke karya-karya Leonardo da Vinci dan diajak melanglang buana ke thriller seru dan tak menjemukan.
Setelah tersihir oleh The Da Vinci Code, saya coba membandingkan dengan film yang dibintangi oleh Tom Hanks, aktor gaek dan salah satu idolaku, wah......sangat kontras sekali. Pemotongan cerita dimana-mana ^&*()))....No comment deh
Post a Comment