Rambo sang Preman Melankolis

Rambo ia biasa disebut. Nama aslinya Ramadhan Boma. Lahir di Bulan Puasa dan diharapkan jadi Bima oleh mamanya. Perawakannya tinggi besar, badan penuh tato, dan antingnya kaya rantai sepur. Rambutnya, jika Anda mau tahu, gimbal jarang disampo. Bisa dibayangkan, baunya sudah seperti Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang.

Semua orang di Pasar Beringharjo takut padanya. Padahal, Rambo bicara volumenya lirih. Malah percis Arjuna.

'Heh, kalian!' bentak halus Rambo. 'Mari setor uang. Ndak setor ndak apa apa. Kesadaran saja. Yiuk!'

Gaya seperti ini justru yang bikin seisi pasar pasrah gemetaran. Tak musti menodongkan senapan dan meletuskan kepala ke para penghuni pasar. Hebat bukan si Rambo?

Rambo sebagai preman tersohor punya sisi sentimental. Tapi, sssttt ... Jangan Anda umbar rahasia ini, ya? Dia bisa menangis. Mewek begitu. Ada dua kelemahan Rambo:

Satu, Rambo kalau kena air hujan masuk angin. Ia akan merengek, berguling guling di ranjang, sampai mamanya yang sudah sepuh bingung.

'My Son, what should Mama do?'

Mama Rambo selalu pakai bahasa Inggris. Anda kalah dalam hal ini!

'Nenen, Ma ....' pinta Rambo.

Tanpa sensor BSF yang bengis dan tak bernalar, begitulah kunci kesembuhan sakit Rambo. Menyusu.

Masih pengin tahu kekurangan Rambo? Selanjutnya, ia kalau nonton film India pasti mengucurkan air mata amat deras. Tidak adegan romantis saja, saat Inspektur Vijay menghajar gembong narkotika Rambo menangis.

'Hatiku tak kuat meresapi film Bollywood. So touching!' kata Rambo.

Rambo sedang perawatan rambut di salon. Ia merem melek saat pemilik 'Duyung Barber Shop' meremas remas kepalanya. Creambath.

'Berapa ongkosnya?' tanya Rambo ke Sus Susi, Susanto nama asli kapster itu.

'Tiga puluh, Tuan Rambo.' jawab Susi kikuk.

'Kubayar seratus. Kumohon. Please, ya.'

'Preman aneh .... Bukan minta gratis, malahan ....' Susi membatin.

  

__________________________________

Sumber gambar: muhsinbudiono.wordpress.com
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie. blogspot.com