Menebas Leher si Bungsu
Kuputuskan memenggal kepala adik bungsuku setelah niat menembaknya terlalu cepat membuatnya mati. Ini kepala miliknya di tanganku, kujinjing dengan matanya mendelik dan lidahnya menjulur. Darahnya yang menetes netes
tak kutampung di waskom kubiarkan melumuri tanah di atas bukit ini.
Tinggi tempat ini sebagai saksi kepuasanku mencabut nyawa adikku. Kutinggal tubuhnya di rumah, kulari ke sini tanpa peduli bapak ibu syok mendapati satu anaknya mati tak layak. Olehku. Anak sulung mereka.
'Angin, maafkan aku! Kulakukan ini agar adikku bebas dari sakit yang selama ini ia derita.'
Kubuang jauh sekuat tenagaku kepala adik kesayanganku yang lima tahun lumpuh. Aku pun tersungkur, meratapi kepergian adikku.
'Selamat jalan, Adikku!'
Tinggi tempat ini sebagai saksi kepuasanku mencabut nyawa adikku. Kutinggal tubuhnya di rumah, kulari ke sini tanpa peduli bapak ibu syok mendapati satu anaknya mati tak layak. Olehku. Anak sulung mereka.
'Angin, maafkan aku! Kulakukan ini agar adikku bebas dari sakit yang selama ini ia derita.'
Kubuang jauh sekuat tenagaku kepala adik kesayanganku yang lima tahun lumpuh. Aku pun tersungkur, meratapi kepergian adikku.
'Selamat jalan, Adikku!'
________________
Sumber gambar: mpudz.blogspot.com
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Sumber gambar: mpudz.blogspot.com
Mengobrol teduhlah kita di www.rumahdanie.blogspot.com
Post a Comment