Header Ads

Saudagar Misterius Royal Zakat



Tetanggaku, sangat kaya. Rumahnya besar menjulang setinggi tiang listrik PLN. Ia punya dua anjing penjaga segede kerbau. Di halaman depan dan belakang rumah. Jangan sekali sekali berniat merampok, pantat Anda akan kerowak sobek oleh gigitan dua anjing itu. Kekayaan saudagar sebelah rumahku itu tersohor ke penjuru kampung.

Anehnya, kami tak pernah tahu seperti apa

saudagar kaya itu. Gemuk tinggi, cebol, jantan betina, siluman persilangan manusia atau babi, tak ada yang pernah menemuinya. Ia memang misterius, baru lima tahun ini pindah ke kampung kami, sekalipun tak menampakkan batang hidungnya. Puluhan abdi alias pembantunya lah yang sibuk ke luar masuk rumah istananya. Jika ada warga yang bertanya, mereka menjawab:

'Juragan ada di dalam. Duduk di singgasananya!'

Semua bertanya tanya, kalau bertamu saja sulit karena tak sembarang orang boleh masuk, bagaimana percaya kata pembantu saudagar itu.

"Aku harus ketemu dia!" sorakku dalam hati. "Biar semua jelas. Tak ada pusing lagi mikiran bos itu kaya apa."

Dan ini dua hari menjelang Lebaran. Seperti tahun tahun sebelumnya, ia bagi bagi zakat. Ratusan warga sudah berkumpul rapi. Tak ada gencet gencetan, injak injakan, atau kematian. Amit amit deh kalau itu terjadi. Kami bukan binatang. Setelah warga menerima 5 kilo beras, seliter minyak goreng, dan uang senilai 50 ribu, mereka pulang dengan hati riang. Lupalah mereka akan pertanyaan "seperti apa sih sang Saudagar?"

Akulah yang rasa penasaranku seperti ingin meledak. Waktu hari pembagian zakat, aku menyamar jadi seorang janda lengkap dengan kostum menantang; seksi, sedikit binal, namun tetap elegan. Aksi kulakukan saat warga pulang. Kudekati seorang pembantu si juragan.

'Mas, mana Aak? Bayiku butuh susu formula!' Kutunjuk tunjuk perutku yang telah kulilit kardus, kain pel, apa saja yang bisa seperti orang hamil.
'Berapa bulan hamilmu?' tanya sang pembantu tanpa ekspresi. Ia sibuk mencatat catat.
'Delapan bulan.' kataku asal.
'Oh.'
'Kenapa, Pak?'
Ia menelitiku. Kusembunyikan jakunku dengan menunduk.
'Segera ke sini sebulan lagi. Kalau orokmu persis Juragan, baru aku percaya.' kata si pembantu.

Tanpa permisi, aku pulang sambil merenungi kesalahan strategiku. Apa yang musti kulakukan?
 
_______________
Sumber gambar:  pakdeazemi.wordpress.com

Tidak ada komentar