Pascahujan, Ibu ibu Cerewet, dan Tugas Sekolah Anak anak
Hujan reda. Anak anak ke luar rumah. Disuruh ibu mereka untuk mencermati genangan air. Apakah ada di dekat rumah? Jika iya, catat di buku. Besok laporkan kepada guru, bertanya mengapa tanah bisa berlubang. Atau, jalan aspal apakah menganga, air hujan mengisinya dan membuat para pengendara motor terjungkal?
Anak anak mengamati dengan serius. Tak melulu tanah bolong yang dicatat. Apapun yang dirasa menarik, mereka bukukan. Tak mengikuti perkataan ibu mereka sepenuhnya, imajinasi bisa saja berkembang. Dan ibu ibu tak mengetahui. Yang ada, mereka mendapat laporan seperti yang diinginkan.
Belajar saat hujan menghilang. Tak cukup menyanjung keindahan pelangi. Atau mengagumi para bidadari yang turun, mandi di telaga, dan mendapati baju mereka hilang oleh si Jaka Tarub. Lebih dari itu. Pascahujan, pasti banyak binatang yang ke luar dari sangkar, memanaskan tubuh mereka, atau malah mereka bekerja menutup jalan berlubang dan berair tadi?
***
Tepuk dari para ibu, memanggil para anak:
‘Anak anak, sudah cukup. Kembali ke rumah. Mandi.’
Tak ditanya lagi, besok harus melaporlah anak anak kepada guru. Memang, para ibu gampang sekali lupa. Memberi tugas tanpa memeriksa kelanjutannya. Itulah, jika lupa dibiasakan, semua menjadi sia sia.
Setelah hujan, ibu ibu mendongeng sampai anak anak tertidur.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Post a Comment